Kamis, 12 November 2009

THIS IS IT: GANTENG!

Satu kata yang keluar dari mulut Khaira ketika menyaksikan film This Is It-nya Michael Jackson adalah GANTENG! Saat ini, kata “ganteng” memang seringkali diucapkan oleh putri kedua saya ini. Dia sudah mengerti, kalo ada seorang lelaki yang keren, gagah, hidungnya mancung, kulitnya putih bersih, badannya tinggi, kata yang cocok buat menggambarkan lelaki tersebut adalah ganteng.

“Michael Jackson ganteng, Nak?” tanya saya penasaran. Soalnya saya nggak yakin dengan ucapan anak saya itu. Masa Jacko ganteng? Padahal mukanya aneh banget!

“Iya!”



Ups! Ternyata Khaira tetap pada pendiriannya. Rupanya konsep The King of Pop sebagai salah satu lelaki yang dianggap ganteng oleh putri saya nggak bisa dipatahkan. Sekali ia katakan ganteng, ya ganteng. Nggak heran kalo pada scene-scene awal film This is It, wajah Khaira nggak bisa beranjak dari wajah Jacko. Meski nggak sempat meneteskan air liur, tetapi kami sempat tersenyum. Makin tersenyum ketika anak kami mengajukan pertanyaan ini.

“Hidung Michael Jackson bisa dicopot-copot ya, Ma?”

Buat kami, pertanyaan anak usia 5 tahun seperti Khaira nggak ada tendensi apa-apa. Dia pasti nggak tahu sama sekali kalo hidung Jacko beberapa kali dioperasi sampai akhirnya mirip hidung idolanya: Peter Pan. Khaira juga pasti nggak tahu kalo yang dioperasi bukan cuma hidung, tetapi hampir seluruh anggota tubuh Jacko merupakan campuran antara daging dengan plastik.

Buat saya, pertanyaan Khaira cukup cerdas. Ia merasakan ada kejanggalan pada hidung Jacko yang seorang manusia itu. Tuhan pasti nggak menciptakan “manusia aneh” dengan hidung seperti Jacko. Ada, sih! Tetapi hidung Jacko tetap dianggap aneh oleh Khaira, mirip hidung badut yang bisa dicopot-copot.

Ganteng boleh ganteng, tetapi Khaira nggak tahan juga nonton This it It. Ia minta pulang. Padahal filmnya keren abis. Apalagi saya kenal banget koreografi Kenny Ortega yang di film ini bertindak sebagai Sutradara. Pria ini sudah saya kenal sejak menjadi Sutradara film High School Musical.

Kami juga tidak sedang nonton di bioskop yang membuat putri kami nggak nyaman, sehingga minta pulang. Bangku bioskopnya empuk, kok, apalagi putri kami sudah “dipersenjatai” oleh semangkuk pop corn dan segelas milo dingin. Namun kalo sudah ada satu keinginan, Khaira akan selalu konsisten dan persisten buat merealisasikan keinginan itu, yakni pulang.

Kami baru tahu, kenapa Khaira nggak betah dan minta pulang. Padahal lagi seru-serunya Jacko beraksi. Pun putri kami yang pertama, Anjani, juga masih menikmati film This is It itu. Ternyata eh ternyata, yang bikin nggak betah gara-gara nggak ada lagu Jacko yang dikenal oleh Khaira. Bukan dia nggak tahu Jacko atau nggak tahu lagu Jacko, bukan. Namun lagu-lagu di awal-awal sampai dengan pertengahan film nggak ada yang dia pernah dengar.

Selama ini, lebih tepatnya beberapa hari setelah kematian Jacko, kami sering memutarkan CD The Best Michael Jackson di mobil kami. Lagu-lagu hits Jacko pasti sudah melewati kuping Khaira, entah lagu Thriller, You’re Not Alone, atau Heal the World. Namun Khaira nggak begitu suka dengan lagu-lagu itu. Makanya dia ngotot mengajak kami pulang. Namun begitu intro lagu Beat It terdengar, matanya langsung terbelalak. Tangannya yang sedari tadi menarik-narik istri saya buat meninggalkan bangku bioskop perlahan-lahan dilepaskan dari tangan istri. Mulutnya tersenyum-senyum malu. Sesekali matanya melirik ke arah kami.

“Oalah! Rupanya Beat It, toh lagu yang ditunggu-tunggu Khaira,” ucap saya dalam hati.

Sampai ujung lagu tersebut, Khaira menggerak-gerakkan badannya di bangku bioskop. Rupanya putri kedua saya ini nggak tahan menari, mengikuti irama Beat It. Untung si ganteng Michael Jackson bawain lagu Beat It, kalo nggak This is It, deh alias sudah cukup sampai di situ nonton filmnya, nggak sampai kelar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar