Jumat, 20 Mei 2016

SAHABAT ANAK SAYA ITU MENINGGAL...

Anak saya menangis dengan seseggukkan. Begitu sampai dari kantor, anak saya langsung memohon agar ia bisa diizinkan ke RS Cipto Mangunkusumo. Padahal saya baru saja pulang dari kantor dan belum juga masuk ke dalam rumah.

"Pah, aku minta izin diantar ke Cipto. Temanku sekarang dalam kondisi kritis. Teman-teman sudah di ICU sekarang," ujar anak saya sambil menangis seseggukkan, Air matanya mengucur.

"Teman kamu itu siapanya kamu?" tanya saya.

Terus terang, saat itu kepekaan saya pada perasaan anak kurang sekali. Seharusnya pertanyaan tersebut tidak saya tanyakan. Namun, sungguh, pertanyaan itu keluar dari mulut saya, gara-gara saya merasa aneh melihat anak saya. Kok teman saja begitu terluka? Menangis begitu haru? Air mata keluar begitu deras? Ada apa? Siapa dia?

"Dia sahabat aku, Pah," jelas anak saya.

Dengan setengah terpaksa, akhirnya saya mengantarkan anak saya ke RS Cipto. Saat itu sudah malam. Ya, sekitar pukul 8 malam. Lalu lintas tak begitu padat, Makanya kami tiba di RS Cipto relatif cepat. Padahal biasanya jalanan di sekitar Cipto, macet.

"Papa nggak usah nunggu. Takut kelamaan," ujar anak saya.

Saya pun pulang.

Dua jam berlalu. Telepon saya berdering. Dari suara telepon terdengar suara anak saya yang kembali sesegukkan.

"Pah, temanku meninggal..."

"Innalillahi wa inna ilayhi roji'un..."

Sejak berita meninggal, ada perasaan sedih sudah berprasangka negatif pada teman anak saya yang almarhum. Saya menyesal. Jika melihat catatan di blog anak saya, ia sahabat yang telah banyak mengingatkan hal-hal positif. Terus terang kami memang tak mengizinkan anak kami pacaran. Alasan itu yang awalnya membuat saya berprasangka negatif saat anak saya nangis sesegukkan. Sebagai orangtua, kami melarang pacaran, karena pacaran haram, dosa. Namun, saya percaya, anak kami sampai kini berhasil menjaga kehormataannya. Dan almarhum sekadar sahabat, cuma teman curhat.

Maafkan Papa ya, Nak...

Sabtu, 07 Mei 2016

ORANG YANG KERJA DI BANK DOSA NGGAK, PAH?

Ada kisah yang menarik lain di long wiken ini yang hampir saya lupa ceritakan. Ini terjadi saat saya mengantarkan anak saya meningap di rumah teman. Kami berdiskusi soal "masalah berat" dengan cara santai. Seperti biasa, saat diskusi di dalam mobil dalam perjalanan.

"Nak, lihat mobil itu," ujar saya pada anak.

Ada sebuah mobil berada di jajaran mobil lain yang sedang berhenti saat lampu merah. Saya menunjuk mobil tersebut dan mengatakan, bahwa kami ingin membeli mobil tersebut. Namun, sayang, mobil tersebut nggak ada tipe otomatiknya.

Saat ini mobil kami sudah berumur 4 (empat) tahun lebih. Biasanya, begitu sudah tahun ke-3, kami sudah sibuk mencari mobil baru. Saya dan istri memang sudah punya "kebijakan" itu. "Kebijakan" ini lantaran, karena kami nggak paham mesin. Nggak paham gimana membetulkan mobil ketika mogok. Makanya, buat menjaga hal-hal yang nggak diinginkan, kami selalu ganti mobil setiap 3 tahun sekali. Mohon dipahami. Apa yang saya ceritakan tanpa bermaksud buat pamer. Sama sekali tidak.

Kami bukan orang yang berlebih harta (baca: kaya raya). Saya bukan konglomerat atau pengusaha kelas kakap yang punya bisnis beromset miliaran. Saya masih pegawai. Istri saya nggak kerja. Namun, rezeki yang diberikan Allah selalu ada. Alhamdulillah. Namun, kami berusaha agar "kebijakan" ganti mobil tiap 3 tahun sekali terjadi. Ya, setidaknya sudah tiga kali kami menjalankan ini.

"Papa nggak mau pinjam uang lagi di bank, Nak," ujar saya membuka diskusi. "Kamu tahu, tiap beli mobil baru, Papa dan Mama selalu pinjam di bank. Itu sama aja Papa dan Mama berhutang. Dengan berhutang, Papa dan Mama juga dikenakan bunga.."

Saya pun menjelaskan dengan ringan, bahwa bunga di bank itu adalah riba. Dalam agama kami, Islam, riba adalah haram. Ustad siapa pun mengatakan, riba itu haram. Oleh karena haram, saya mengatakan pada anak saya, bahwa kali ini saya ingin membeli mobil secara kontan.

"Makanya Papa dan Mama cari mobil yang sesuai dengan dana yang ada," jelas saya. "Dana yang ada buat beli mobil baru, ya mobil itu, Nak..."

"Tapi nggak ada otomatik ya, Pah?" tanya anak saya.

"Iya, Nak. Kamu kan tahu kasihan Mama kalo nggak pake mobil otomatik harus kesana-kemari, jemput kamu..."

Anak saya mengangguk.

Mobil menjadi "pintu masuk" membicarakan soal riba. Alhamdulillah, saya berhasil memberikan info penting tentang satu hal itu. Saya berharap, anak saya mengerti betapa bahayanya riba. Allah melalui Rasulullah SAW mengajarkan pada kita, bahwa kita membeli sesuai dengan KEBUTUHAN dan KEMAMPUAN kita. Jika kita nggaak mampu, ya nggak usah maksa. Nggak perlu menjeratkan diri pada riba.

"Trus orang-orang yang kerja di bank itu dosa nggak, Pah?"

Pertanyaan anak saya ini sungguh cerdas. Namun, tentu saya harus hati-hati menjawab, karena sangat sensitif. Saya cuma bisa berdoa, semoga teman-teman saya yang bekerja di bank segera diberikan hidayah dari Allah Ta'ala.

"Insya Allah, mereka yang bekerja di bank yang ada kata syariah nggak berdosa, Nak," jawab saya diplomatis.

Mobil saya akhirnya sampai di depan pintu pagar teman anak saya. Waktunya kami berpisah. Sambil mengucap salam, saya berdoa agar anak-anak saya selalu menjadi anak yang sholehah. Mereka selalu menjadi orang yang menurut perintah Allah Ta'ala. Apa yang dikatakan Allah di Al-Qur'an nggak diprotes. Dan selalu menjadi orang-orang yang bersyukur. Aamiin.

NGGAK PAKE KIPAS ANGIN LAGI DEH...

Kurang lebih sudah dua tahun AC di kamar kami dan anak-anak "nganggur". Entah kenapa, dua tahun lalu Tukang AC tak mampu memperbaiki kerusakan pada AC kami. AC di kamar kami dikatakan sulit buat berfungsi. Ada suku cadang yang wajib dibeli dan itu sudah jarang, nggak tahu dimana mendapatkannya lagi. Sementara, AC di kamar anak-anak juga dikatakan oleh sang Tukang AC kipasnya sudah lemah dan kondisi "miris" lainnya.

Begitu tahu kedua AC kami nggak berfungsi lagi, saya dan istri memutuskan buat ganti haluan ke kipas angin. Ya, agak "old fashion" juga menggunakan AC. Ups! Maaf, bukan saya merendahkan teman-teman yang sekarang masih pakai kipas angin, lho. Bukan. Di sini kami saja yang merasakan seperti kembali ke saat saya dan istri masih anak-anak sampai remaja, dimana kipas angin sebagai alat buat "mengusir" hawa panas.



Sepanjang AC nggak difungsikan lagi, kami dua kipas angin besar. Satu kipas angin buat kamar kami, satu lagi buat kamar anak-anak. Satu kipas angin kami sering dinaik turunkan dari kamar kami. Oh iya lupa, kamar kami ada di lantai 2, sementara ruang tamu lantai dasar. Oleh karena pusat "keramaian" ada di lantai dasar, maka butuh "pengusir" hawa panas. That's why kipas angin sebagai solusi. Dan kipas angin dari kamar saya yang jadi "korban".

Kok nggak beli aja kipas angin lagi? Hmmm...gimana ya? Maaf, bukan nggak ada duit buat beli kipas angin baru. Tapi rasakan kok kebanyakan amat punya kipas angin sampai tiga. Jadi, ya nggak apa-apalah saya sedikit kerahkan tenaga buat menaik-turunkan kipas angin. Toh, berat kipas angin nggak sampai 1 ton.

Itu kejadian dua tahun lalu.

Alhamdulillah, kami berkenalan dengan Tukan AC berbeda. Kita sebut saja Tukang AC ini dengan nama Pak B. Kalo sebelumnya, Tukang AC yang nggak mampu membetulkan AC kami kita namakan Pak A. Nah, si Pak B ini ternyata "canggih". Dia nggak perlu membeli suku cadang atau apa pun yang bisa "menghidupkan" AC kami yang sudah dua tahun mati itu. Cukup diberikan freon, AC pun dingin nggak ketulungan.

"Jenis AC punya Ibu ini harusnya bisa awet sampai 15 tahunan," tutur Pak B pada istri saya.

Wah, berita gembira tuh! Tadinya kami memang sudah berencana membeli AC lagi. Anak-anak beberapa kali protes, pake kipas angin tetap gerah. Iya sih, saya dan istri juga merasakan hal yang sama, walau kami sempat memendam rasa gerah itu. Makanya kami sempat diam-diam ingin membeli AC baru.

Namun, kerja keras Pak B membetulkan AC lama kami, berhasil. AC dingin kembali. Padahal, AC ini sudah dua tahun nggak berfungsi. Dan usianya sudah lebih dari 10 tahun. Alhamdulillah, uang yang sudah kami alokasikan untuk AC baru bisa kami tabung. Tahu sendiri dong berapa harga AC 1 PK saat ini? Lumayan kan kalo bisa nabung uang buat beli 2 AC, ya nggak?

Ah, sekarang di kamar kami dan anak-anak nggak pake kipas angin lagi deh. Sekarang saya nggak perlu menurunkan dan menaikkan kipas angin lagi deh. Kipas angin bisa stand by selalu di ruang tamu.

Terima kasih Pak B! Terima kasih Panasonic!

Rabu, 04 Mei 2016

BANYAK SINETRON YANG SEHARUSNYA DIBERHENTIKAN...

Sehabis sholat dzhur siang ini, anak saya minta izin pergi. Long wiken ini kami memang tak punya rencana pergi kemana-mana, makanya kami mengizinkan. Tentu, kami tak asal ngasih izin. Sebelum pergi, ada persyaratan yang kudu dipenuhi. Ia harus membereskan beberapa pekerjaan rumah terlebih dahulu, baik itu nyuci maupun ngepel.

"Emang rencananya kamu mau pergi ke mana?" tanya saya.

"Ya, paling makan trus nonton bioskop," jelas anak saya.

"Nonton film apa?" saya kepo.

Anak saya menyebutkan salah satu film nasional yang kabarnya lagi happening. Saya sudah mengira, ia akan menyaksikan film itu. Nah, mumpung sedang membicarakan film yang akan ditonton anak saya, diskusi tentang menjaga kehormatan pun terjadi.

Bahwa saya ingatkan, saat ini banyak sekali film-film yang mengajarkan hal-hal sebetulnya dilarang agama, tetapi dianggap biasa. Agama telah mengajarkan tentang menjaga kehormatan sampai pasangan sah sebagai suami istri. Baik perempuan atau laki wajib jaga kehormatan. Terutama perempuan, selalu jadi korban.

Pegangan tangan, pelukan, maupun ciuman pada teman lawan jenis, dikampanyekan lewat film sebagai hal yang lumrah, biasa. Film membungkus apik, hal-hal yang sebetulnya dilarang oleh agama. Para penonton pun menganggap hal tersebut lumrah, wajar, tak berlebihan.

"Papa yakin, kamu bisa menjaga kehormatan dan tahu kalo scene-scene tersebut tidak layak," ingat saya.

"Iya, aku tahu..."

"Alhamdulillah..."

"Harusnya bukan cuma film yang dipersoalkan, Pa, tapi sinetron. Banyak sinetron yang harusnya diberhentikan, karena banyak mengajarkan pergaulan bebas..."

"Kalo tentang sinetron remaja, papa memang nggak bisa komentar. Sudah parah. Kamu betul..."

Tak terasa, anak saya sudah sampai di rumah teman yang akan bersama nonton di bioskop. Sebelum berpisah, saya kembali bepesan untuk jaga kehormatan diri. Dan jangan lupa selalu berdoa pada Allah.

"Assalamu'alaikum..." ujar anak saya sambil keluar dari pintu mobil.

"Walaikum salam..."


Senin, 11 April 2016

Kalo Nggak Bikin Karya Positif, Mending Nggak Usah

Minggu lalu, anak saya ngajak ke acara inagurasi. Kebetulan waktu magangnya sudah selesai. Ia dan teman-temannya akan "dilepas" oleh kantor tempatnya magang. Nah, acara pelepasan anak-anak magang tersebut dinamakan inagurasi.

Saya hadir beserta istri dan anak saya kedua. Nggak kayak di tempat magang saya saat kuliah dulu, kantor tempat magang anak saya ini membuat acara khusus. Memang, inagurasi di sini nggak kayak inagurasi di kampus. Namun, inagurasi yang saya hadiri ini menarik. Anak-anak magang diminta untuk melakukan presentasi ke seluruh peserta, dimana para peserta merupakan para orangtua. Ibarat kreator yang mempresentasikan ke klien, satu per satu, anak magang mempresentasikan karya mereka.

Saya bangga melihat karya anak-anak SMK ini. Mereka sudah mahir membuat grafis, design logo, animasi 3D, maupun karya lain yang wajib mereka buat. Saya membayangkan, saat di usia mereka, saya nggak mampu membuat karya seperti mereka.

"Anak-anak sekarang memang jago," puji saya pada mereka dalam hati.

Di acara inagurasi ini, saya diminta menjadi wakil orangtua untuk memberikan sambutan. Awalnya saya kaget. Malam sebelumnya, anak saya meminta saya untuk menjadi wakil.

"Kenapa papa, Nak?" tanya saya pada anak saya.

"Ya, nggak tahu, kata mentor papa yang jadi wakil," jelas anak saya.

"Lho, kok nggak tahu? Trus, papa bicara apa nanti?" tanya saya.

"Ngucapin terima kasih aja, pa. Tapi jangan lama-lama ngasih sambutannya. Cukup satu menit aja," terang anak saya.

Jadilah saya maju ke depan. Di depan seluruh orangtua, anak-anak magang, seluruh mentor, dan juga pimpinan perusahaan tempat anak saya magang, saya pun memberikan sambutan.

Dalam sambutan, saya mengucapkan kekaguman atas karya anak-anak magang. Tentu saja saya mengucapkan terima kasih atas bimbingan pimpinan serta para mentor yang telah mencurahkan waktu dan ilmunya ke anaka-anak magang. Nggak lupa saya menyampaikan pesan yang juga pernah saya sampaikan ke anak saya.

"Silahkan berkarya apa pun, asal karya itu berguna bagi banyak orang. Saya sempat mengatakan ke anak saya, mending nggak usah berkarya kalo karya itu nggak inspiratif atau berguna..."

Memang, saya selalu berpesan pada anak saya, karya harus berguna. Sebab, semua karya akan dipertanggung jawabkan pada Allah. Percuma bikin karya kalo akhirnya akan merusak penonton. Apa misalnya? Bikin film yang merusak moral. Bikin sinetron yang ceritanya dilarang oleh agama. Saya nggak perlu memberikan contoh. Anda pasti sudah mengerti mana yang merusak moral dan dilarang agama.

Dalam sebuah karya, harus juga menjadi sebuah syiar positif. Kalo orang menyaksikan karya tersebut, orang-orang akan tergugah dan terinspirasi berbuat baik. Nah, saya selalu berdoa, anak saya kelak menjadi kreator yang menghasilkan karya-karya inspiratif, buat agama dan bangsa ini. Aamiin! 

cc
+Ikj k +Sinematografi AKOM BSI +Sinematografi UI  +Sinematografi wiraraja 1  +Sinematografi 5  +Sinematografi Transferin  +Sinematografi St Paul Jember  +Sinematografi Ua  +FilmIndonesia21 

Minggu, 27 Maret 2016

Pesan pada Anakku Selepas Sholat Magrib

Setiap wiken, saya selalu sholat di rumah bersama istri dan anak-anak. Bukan. Saya bukan tidak suka ke masjid. Malah saya sakau kalo tidak ke masjid. Jauh sebelum menjadi imam di rumah, di wiken saya juga sholat di masjid. Padahal setiap hari saya sudah sholat di masjid kantor, atau memaksakan diri sholat di masjid di luar kantor kalo kebetulan ada dinas luar.

Namun, istri saya bilang, ada baiknya bersyiar juga di rumah. Syiar dalam hal ini adalah menjadi imam sholat di rumah. Jangan sekadar ngasih sedikit ilmu agama atau ngajar ngaji, tetapi jadi imam sholat. Saya pikir, apa yang dikatakan istri benar juga, makanya setiap wiken, saya coba untuk menjadi imam di rumah.

Ada banyak yang bisa dilakukan saat menjadi imam di rumah. Selain memperlihatkan, bahwa saya sebagai Kepala Keluarga adalah juga seorang imam, juga tertantang untuk terus memperbaiki bacaan al-Qur'an dan menambah hafalan. Sungguh malu pada anak-anak kalo kita cuma bisa membaca surat Al-Ikhlas lagi Al-Ikhlas lagi. Atau surat pendek macam Al Kautsar. Sementara anak-anak kami sudah mampu menghapal hampir seluruh juz 30.

Selain melatih hafalan saat menjadi imam, sholat di rumah juga bisa dimanfaatkan untuk meminta anak-anak setor hafalan. Memang, saat ini anak-anak kami belum seperti keluarga hafidz yang anak-anak mereka sudah hafal 30 juz atau minimal 10 juz. Namun, kami lakukan apa yang bisa kami lakukan agar anak-anak hafal ayat-ayat al-Qur'an. Nah, biasanya setoran hafalan saya lakukan ba'da magrib.

Ada lagi yang saya biasa lakukan saat sholat di rumah, yakni memberi ilmu yang kami dapatkan dari sejumlah kajian dan memberikan pesan singkat tentang kewajiban kita sebagai umat muslim. Macam-macam pesan yang sudah saya berikan pada anak-anak, yang juga dibantu oleh istri. Salah satu yang belum lama ini saya pesankan adalah tentang memilih pemimpin dalam Islam.

Begitu selesai berdoa ba'da magrib, saya meminta anak saya membaca satu ayat di surat Al Maidah ayat 51. Setelah membaca bahasa al-Qur'an sambil membetulkan tajwid, saya meminta anak saya membacakan artinya. Kurang lebih artinya seperti ini:

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” 

"Kamu mengerti artinya, Nak?" tanya saya.

Anak saya mengangguk.

Alhamdulillah, ia mengerti. Saya tersenyum. Lalu, saya sedikit men-taddabur-i ayat tersebut, agar anak saya makin kuat keimanannya. Bahwa, kewajiban seorang muslim adalah percaya pada al-Qur'an. Sebab, al-Qur'an adalah petunjuk dari Allah, dimana berisi kewajiban serta larangan sebagai muslim.

"Kalo kita sudah tidak percaya al-Qur'an, itu sama saja melanggar larangan Allah. Sama Sang Pencipta sudah melanggar, sama saja tidak percaya pada Allah," terang saya.

Dalam surat Al Maidah 51 sangat jelas, bahwa sebagai muslim kita dilarang mengambil pemimpin dari orang Yahudi dan Nasrani. Kalimat itu sangat jelas, yakni kalimat perintah dari Allah. Ternyata perintah untuk tidak mengambil orang Yahudi dan Nasrani bukan cuma di satu surat itu aja, tetapi aja di beberapa surat, yakni Al Mumtahanah: 1; Ali Imron: 28; Ali Imron: 104; Al Anfal: 73, dan beberapa ayat lain. Nah, sudah ada begitu banyak larangan, masa kita sebagai muslim masih juga tidak percaya al-Qur'an? Aneh, kan?

Anak saya mengangguk. Alhamdulillah. Semoga, sebagai pemilih pemula, anak saya tidak galau seperti anak-anak muslim muda lain. Anak saya harus menjadi muslim yang "bulat" alias 1000%, tidak setengah-setengah. Kami tidak ingin anak saya sekadar menjadi "Islam KTP" atau Islam Liberal yang menjadi orang Islam sesuka hati mereka. Kalo perintah dari Allah "enak", "menyenangkan hati", dan "sesuai selera", ya dilaksanakan. Kalo "nggak enak", ditinggalkan.

Saya berdoa, semoga anak-anak muda yang belum mengerti mengenai memilih pemimpin dalam Islam itu akan segera diberikan hidayah dari Allah. Dan mereka menjadi muslim yang total. Aamiiin! 

Minggu, 14 Februari 2016

NGOBROLIN TOPIK HITS PEKAN INI: #LGBT

Seperti biasa, setiap wiken saya selalu sholat berjamaah dengan istri dan anak-anak. Biasanya, setelah sholat, saya ngetes hafalan surat dari al-Qur'an. Masing-masing anak membacakan tiga surat yang sudah mereka hafal. Kemarin malam, saya nggak ngetes hafalan, tetapi ngebahas topik yang lagi hits pekan ini, yakni masalah #LGBT.

"Kakak sudah tau tentang masalah LGBT?" tanya saya membuka percakapan.

"Sudah. Mereka kan kayak kaum Nabi Luth yang diazab Allah," ujar putri saya.
 
"Memang kaum Nabi Luth kenapa, Kak," pancing istri saya.

Saya bangga, putri saya tahu kisah mengenai kaum Nabi Luth. Bahwa kota Sodom terkenal sebagai kota yang penuh maksiat. Perbuatan maksiat yang paling menonjol dalam kota ini adalah prilaku seksualitas yang menyimpang. Tak cuma para pria, tetapi juga para wanita.

Para pria di kota Sodom suka berhubungan dengan sesama jenis melalui anal seks.Sementara para wanita terlibat lesbian dan berhubungan seks seperti layaknya binatang.Jika ada musafir laki-laki yang memiliki wajah keren, langsung jadi santapan para pria. Sebaliknya, jika ada musafir perempuan muda, giliran kaum  lesbian yang memangsa. 

Nabi Luth memohon pada Allah agar kaum Sodom diberikan azab. Sebelum azab turun, tiga Malaikat diutus Allah. Malaikat-Malaikat ini menyamar jadi manusia yang ganteng. Kehadiran Malaikat tersebut diketahui oleh kaum Sodom. Tak heran, datanglah beramai-ramai para pria ke rumah Nabi Luth untuk memuaskan nafsu seksual mereka. 

Mereka berteriak di depan rumah Nabi Luth agar mengeluarkan ketiga orang ganteng.Yang keluar justru Nabi Luth. Momentum tersebut dimanfaatkan lagi oleh Nabi Luth untuk berdakwah. Para pria diminta Nabi Luth untuk kembali ke istri-istri mereka dan menjauhkan dari perbuatan maksiat. Namun pria-pria kota Sodom tak mengiraukan, lalu masuk ke dalam rumah Nabi Luth. Begitu masuk, atas izin Allah, ketiga Malaikat tersebut membutakan semua pria Sodom. Kota Sodom pun kemudian dilaknat Allah.

Putri saya yang besar sudah mengerti mengenai #LGBT adalah perbuatan sangat buruk dan dibenci Allah. Saya dan istri kemudian tanya anak kami yang kecil.

"Menurut adik bagus nggak mereka yang #LGBT?" tanya istri.

"Enggak..." jawab anak saya.

Alhamdulillah. Ternyata dia mengerti bahwa Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Ada Nabi Adam, lalu Allah menciptakan Hawa sebagai pasangan.

"Nah, gimana sikap kita pada pelaku #LGBT?" tanya saya pada anak-anak.

"Ya, nggak usah ditemani. Tapi kita ceramahi dulu. Kalo nggak berubah, ya kita tinggalkan," jawab putri saya.

"Betul, kita kasih mereka saran dulu. Kalo memang mereka tidak mau berubah, kita tinggalkan. Tapi doakan mereka agar Allah segera memberikan mereka hidayah dan segera bertobat sebelum mereka wafat..."

Istri saya kemudian menambahkan. Bahwa ada dua tipe pelaku #LGBT. Yang pertama adalah mereka yang secara sembunyi-sembunyi melakukan perbuatan terlaknat itu. Nah, pelaku #LGBT tipe kedua yang saat ini sangat meresahkan para orangtua.

"Mereka terang-terangan membenarkan prilaku #LGBT dengan menginfokan hal yang salah. Prilaku mereka dibilang gara-gara gen lah, menganggap normal lah. Itu yang bikin ngeri orangtua, apalagi sampai mengajak-ajak melakukan hal terlaknat itu..."