Sabtu, 28 November 2009

FROM DUREN TO KUPAT TAHU - a story of Idul Adha from Tebet

Nggak semua rumah menikmati sate kambing, domba, atau sapi hasil pemberian masjid. Apalagi mereka yang kebetulan nggak tergolong mustahik atau orang-orang miskin, ya jangan berharap banyak mendapatkan jatah daging qurban. Seperti keluarga kami. Memang sih kami bukan keluarga konglomerat, tetapi bukan juga mustahik. Oleh karena itu, dalam Idul Adha, guna memeriahkan acara, keluarga kami menikmati sajian yang bebeda. Sajian ini berlangsung di House of Ayah atau populer dengan Rumah Ayah di Tebet Timur, salah satu kakak kami.


Duren yang sangat menggiurkan. Kalo saja nggak pernah masuk rumah sakit gara-gara duren, barangkali saya pasti bakal ikut menikmati duren ini.

Di rumah ini, tersedia menu yang nggak beda dengan kambing, yang bisa meningkatkan kadar kolesterol tinggi, yakni duren. Ada tiga duren gede-gede yang diimport dari Thailand, dimana dinikmati oleh keluarga besar Pak (alm.) Soemakto Djuwono yang mayoritas memang penggila duren.

Selain duren, sajian yang nggak kalah nikmat adalah kupat tahu. Apakah kupat tahu itu? Bagi yang bukan asli Magelang, pasti rada asing dengan makanan ini. Tetapi kalo Anda berasal dari Maluku, pasti mengetahui makanan ini. Lho katanya Magelang kok berubah jadi Maluku? Sebab, salah satu anggota keluarga (alm.) Soemakto Djowono berasal dari Maluku, yakni Om Petrus Ririhena. Dia nggak suka duren, tapi kalo dikasih kupat tahu, habis disikat.




Saya sendiri sudah insyaf menjadi penggila duren. Kalo saja nggak sakit parah sampai masuk rumah sakit, barangkali saya akan ikut nimbrung menikmati duren import dari Thailand ini. Gara-gara duren, saya sampai menginap dua minggu di rumah sakit Tebet sekitar tahun 2004. Daripada masuk rumah sakit lagi, mending cukup melihat saudara-saudara saya, termasuk istri saya menikmati duren bukan?

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar