Kamis, 19 November 2009

KAYAK MASUK KOMPLEKS ABRI

Tiap kali antar Anjani ke sekolahnya di SD Negeri Rawamangun 12 Pagi atau dikenal dengan SD Lab School, saya selalu mencari trik-trik baru. Trik ini guna menghindari dari kemacetan yang terjadi di jalan Pemuda. Sebab, kalo sudah macet, yang paling stres adalah anak kami. Kalo anak kami sudah stres, kami pun ikut-ikutan stres.

"Ayo dong, Pap buruan!"

"Lah, kan di depan mobil kita ada mobil? Memangnya kamu mau bertanggungjawab kalo Papa tabrak mobil di depan?"

Nggak salah juga sih Anjani meminta saya untuk buru-buru, karena kalo telat, ia mendapatkan hukuman tidak boleh masuk di jam pelajaran pertama. Which is itu akan menjadikan putri kami ketinggalan pelajaran. Kasihan kan? Tetapi keterlambatan ini juga bukan karena salah saya 100%. Sebab, saya sudah berusaha menurunkan ego saya terpaksa nggak mandi ketika mengantarkan Anjani. Kalo saya harus mandi, maka waktu menunggu putri kami terlalu lama, padahal ia sudah siap lahir bathin buat berangkat sekolah. Kasihan kan kalo ia sudah siap, sementara saya masih mandi? Padahal waktu mandi bisa digunakan buat mengejar waktu masuk sekolah yang secara legal tertulis 06.30 wib, namun pada prakteknya 07:00 wib.



Kalo Anda pernah melancong melewati jalan Pemuda, jalan dua arah (Pemuda menuju Pulogadung dan Pemuda menuju Pramuka) sama-sama macet. Kemacetan ini jelas gara-gara mobil-mobil pengantar anak sekolah. Anda tahu, buat berputar arah, dari arah Pramuka berputar ke Pemuda buat menurunkan anak di depan gerbang Universitas Negeri Jakarta (UNJ) bisa memakan waktu 10-20 menit. Saya jarang mendapatkan mukjizat berutar arah cuma menghabiskan waktu 5 menit. Itu jarang, sangat jarang terjadi. Nah, oleh karena itulah kami, para pengantar biasanya menggunakan siasat.

Siasat pertama, menurunkan anak di bawah jembatan penyebrangan. Jadi, mobil berhenti pas di bawah jembatan penyeberangan yang persis berada di depan kompleks UNJ, dan si anak diminta buat berjalan dari situ menuju ke kelas. Lumayan juga sih jaraknya, 100 meter. Namun siasat ini menghemat waktu 10-20 menit, ketimbang berputar balik.



Surat kesepakatan ini dibuat oleh dua pihak, yakni pihak sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah (H. Yitno Suyoko) dan pihak warga yang diwakili oleh Ketua RT 008/ RW 014 kelurahan Rawamangun, Jakarta Pusat (Jumhawan). Nama terakhir yang menjadi Ketua RT 008 nggak lain adalah kakak kelas saya ketika masih bersekolah di Labs School ini.


Biasanya, menurunkan anak di jembatan penyebarangan ini akan terjadi kalo si pengantar melihat suasana putaran balik crowded banget. Mobil-mobil yang mau berputar nggak bergerak sama sekali. Antreannya pun panjang. Kalo putaran balik kebetulan kosong, ya dengan senang hati para pengantar akan berputar balik dan menurunkan anak-anak mereka dengan normal.

Siasat kedua biasanya berputar masuk ke dalam kompleks kampus UNJ, yakni melalui jalan Daksinapati. Namun ini juga nggak menjamin waktunya akan lebih cepat daripada berputar lewat jalan Pemuda. Sebab, kalo lagi padat, antreannya juga panjang. Apalagi kalo berjumpa dengan anak-anak yang berlari pagi, wah terpaksa kita kudu bersabar-sabar menunggu gerombolan siswa-siswi berlari pagi. Ini biasanya terjadi pada hari Jum'at.

Kalo lagi kosong, masuk ke kompleks kampus UNJ enak banget. Mobil bisa berada di depan gerbang sekolah. Tetapi sekarang-sekarang ini nggak mungkin, karena akses masuk menuju ke gerbang ditutup gara-gara ada pembangunan gedung baru bekas Teater Besar yang terbakar itu. Jadi anak yang diantar juga harus berjalan beberapa meter menuju ke gerbang dan kemudian sampai ke kelas.

Siasat ketiga, dahulu saya biasa masuk ke kompleks dosen IKIP. Ini kami lakukan kalo terjadi antrean yang panjang di kompleks kampus UNJ. Jadi, mobil saya masuk ke area kompleks dan numpang parkir di jalan dekat gerbang sekolah. Namun siasat ini nggak akan mungkin lagi. Kenapa? Kayak-kayaknya warga protes terhadap para pengantar yang memanfaatkan areal kompeleks mereka, sehingga nggak ada lagi pengantar -kecuali penghuni kompleks- yang diizinkan menurunkan anak-anak mereka di areal kompleks.

Saat ini, masuk kompleks dosen IKIP Jakarta memang sudah kayak masuk kompleks ABRI. Percaya nggak percaya, banyak aturan yang diterapkan oleh penghuni kompleks, yang setahu saya masih banyak teman-teman saya yang bermukim di sekitar situ. Begitu ada mobil "asing" yang coba-coba masuk ke kompleks, Security kompleks langsung menegur dan meminta si pengendara mobil untuk mengurungkan niatnya masuk ke kompleks.



Saya memang bisa membayangkan kekesalan para penghuni kompleks yang merasa terganggu dengan para pengantar yang memasuki areal pemukiman. Tetapi saya jadi merasa asing dengan pemukiman ini. Padahal bertahun-tahun saya sekolah di Labs School, dari SD sampai SMA, nggak ada satu pun warga yang protes sebagaimana saat ini terjadi. Dahulu, kapanpun saya membawa mobil, memarkirkan mobil, atau nongkrong berlama-lama di kompleks ini, nggak ada satu pun warga yang cemberut. Namun saya yakin, penghuni kompleks ini banyak yang sudah berbeda. Dari generasi sosial ke generasi yang lebih moderen. Ah, entahlah.

Padahal saya yakin, ada beberapa penghuni yang masih saya kenal, teman saya maksudnya. Dimana mereka pasti nggak akan keberatan kalo saya numpang parkir sebentar buat mengantarkan anak saya ke sekolah dan kemudian saya pergi lagi ke kantor. Tetapi Security di depan kompleks, yang pasti sudah didaulat buat menjaga keamanan, termasuk menjaga para pengantar anak sekolah agar tidak masuk ke kompleks, sudah mencegah orang-orang seperti kami.



Jadi mohon maaf kalo apa yang saya lihat sekarang ini, yakni aturan-aturan yang diterapkan di kompleks ini mirip kayak saya masuk ke kompleks ABRI. Selain nggak boleh parkir kecuali penghuni, nggak boleh duduk-duduk di sebuah tempat di areal kompleks. Saya jadi berpikir, ini cuma guyonan aja, jangan-jangan nantinya kalo masuk ke kompleks ini harus buka kacamata, buka helm, matikan lampu, atau membuka kaca pada saat melintas di pos security.

Sampai kini, siasat demi siasat terus saya cari agar bisa memuaskan anak kami bisa tidak terlambat sekolah. Selain menggunakan motor bertenaga AKI yang ramah lingkungan, kami juga sudah mencoba bersiasat memutar balik di dekat Arion. Ini kalo kebetulan putaran balik nggak bergerak sama sekali. Meski sedikit lebih jauh dan melewati dua lampu merah, tetapi arus kendaraan berjalan terus. Kalo dengan menggunakan siasat ini, kami biasanya menghabiskan waktu 7-12 menit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar