Jumat, 27 November 2009

KOK KAMBING BUTA BISA LOLOS PANITIA QURBAN SIH?

Berkat anjuran sang guru, Khaira ngebet banget sholat di masjid dekat sekolahnya, di masjid At-Taqwa. Bertahun-tahun hidup, baik saya maupun istri belum pernah sholat di masjid yang berada di kompleks Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur ini. Biasanya kami sholat Idul Fitri maupun Idul Adha di lapangan Rawasari Country Club atau yang beken disebut sebagai Arcici yang ada di Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat.

Selama ini anak kami memang patuh sekali pada gurunya, yakni Ibu Lina. Khusus mengajak sholat di masjid At-Taqwa, alasan mengapa kami sekeluarga diajak sholat Idul Adha di masjid ini adalah, karena kelas anak kami menyumbangkan seekor kambing hasil sumbangan kolektif. Sumbangan ini di luar sumbangan pemberian kambing secara pribadi, lho. Artinya, kambing yang berasal dari sumbangan kelas Khaira merupakan hasil uang anak-anak kelas yang dikumpulkan. Sementara masih ada orangtua murid di kelas Khiara yang secara pribadi menyumbangkan kambing.


Tiap kendaraan bermotor yang parkir buat sholat di sekitar masjid At-Taqwa dipunggut retribusi sebesar Rp 5.000, yang katanya buat shodaqoh. Memang sih dikasih karcis kayak begini, tetapi di karcis itu nggak ditulis nominal angka Rp 5.000. Ini kebiasaan di Indonesia, pake karcis, tetapi nggak transparan. Auditnya jadi susah dan menimbulkan lubang-lubang buat pungutan liar.


Menurut Ibu Lina, sumbangan dari kelas-kelas lain uangnya nggak mencapai jumlah yang layak buat dibelikan kambing. Sementara kelas Khaira berhasil mengumpulkan dana lebih dari satu juta. Tentu Anda tahu harga rata-rata kambing buat qurban saat kan? Ya, minimal harganya bisa mencapai Rp 900 ribuan. Itu pun ukurannya relatif kecil.

Kami sampai di masjid At-Taqwa sekitar 06.45 wib. Limabelas menit sebelum pelaksanaan sholat Idul Adha. Sebetulnya kalo sholat Ied, dianjurkan oleh Nabi Muhammad di lapangan terbuka. Sebenarnya di depan masjid ada lapangan bola yang dahulu kala –saat masih di SMA- pernah saya pergunakan buat main bola. Tetapi oleh karena tanahnya agak lembab dan sedikit becek, maka panitia melakukan sholat sunnah dua rakaat ini di dalam masjid.

Kelar sholat, seperti biasa ada ceramah. Pagi itu yang bertindak sebagai khotib adalah Ustadz H. Nazmuddin. Seperti biasa kami tetap mendengarkan ceramah, meski banyak orang yang meninggalkan masjid setelah sholat. Entah mereka ngerti, pura-pura nggak tahu, atau memang cuek, bahwa kesempurnaan dari sholat Idul Adha adalah mendengarkan sholat. Artinya, kalo habis sholat nggak mendengarkan ceramah, ya nggak sempurna sholatnya. Nah, kami ingin mendapatkan nilai sempurna di mata Allah.


Tipikal orang Melayu, terutama Indonesia, pada saat dengar ceramah cari tiang dan senderan. Kalo mata sudah nggak kuat, bisa tidur dengan bersandar. Ini nggak cuma pas sholat Ied. Perhatikan kalo tiap Jum'at, banyak orang yang berbondong-bondong masuk masjid lebih awal tetapi ingin mencari tempat paling belakang supaya bisa bersandar di tembok. Bukannya maju paling depan, kok malah cari tembok ya? Aneh!

Dalam ceramahnya, Ustadz H. Nazmuddin menjelaskan kembali napak tilas sejarah Nabi Ibrahim A.S. Bahwa acara penyembelihan hewan qurban ini adalah buat mengenang kembali peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim. Buat mengetahui tingkat keyakinan dan keimanan Nabi Ibrahim, Allah memberikan wahyu kepadanya agar menyembelih anaknya, yakni Ismail.

Betapa pilu hati Nabi Ibrahim menerima wahyu dari Allah tersebut. Kenapa? Sebab, putra yang sangat disayangi ternyata harus direlakan buat disembelih. Namun kecintaan pada Allah nggak boleh dikalahkan oleh kecintaannya pada anaknya. Apalagi Ismail juga mantab dan ikhlas menerima cobaan, sebagaimana dikatakan lewat firman Allah SWT dalam Surah As-Saffat ayat 102:

Ibrahim berkata: “Hai anakka, sesungguhnya aku melihat mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Berkat keteguhan hati Nabi Ibrahim, akhirnya Allah mengutus Malaikat Jibril menggantikan Ismail dengan seekor domba dari surga.Domba itulah yang kelak disembelih dan daging-dagingnya dibagikan kepada para fakir miskin.


Kambing yang matanya buta. Kok kambing cacat bisa diterima oleh pantia qurban di masjid At-Taqwa ya? Bukankah nggak boleh? Selain kambing bermata buta ini, ada domba yang saya temukan kakinya patah.


Dalam ceramah, Ustadz H. Nazmuddin juga mengingatkan lagi, bahwa kalo kita mau berqurban, kesempatannya bisa sampai tiga hari, yakni dari selesai mengerjakan sholat Isul Adha sampai dua berikutnya. Jadi nggak ada kata terlambat buat berqurban dan berqurban itu punya banyak makna, salah satunya semangat berbagi kepada sesama yang kebetulan berasal dari golongan kurang mampu.

Barangsiapa baginya ada kemampuan (lapang rizkinya) akan tetapi dia tidak mau berqurban, maka hendaknya ia mati dalam keadaan menjadi Yahudi atau Nasrani (atau keluar dari Islam).


Kelar sholat, kami melakukan inspeksi ke tempat berkumpulkan hewan qurban. Menurut panitia At-Taqwa, jumlah sapi yang terkumpul di masjid ini adalah 6 ekor sapi dan 60 ekor kambing dan domba. Jumlah segitu jauh dibanding dengan masjid dekat rumah saya yang berhasil mengumpulkan 3 ekor sapi dan 10 ekor kambing. Maklumlah, masjid kecil dan berada di kampung.


Lapangan sepakbola At-Taqwa dilihat dari dalam masjid At-Taqwa. Sebetulnya Nabi Muhammad mensunnahkan sholat Ied di lapangan terbuka. Tetapi karena tanahnya basah dan ada yang becek gara-gara hujan, maka dipergunakan masjid sebagai tempat sholat.

Seperti Anda ketahui, hewan-hewan yang diqurbankan adalah hewan-hewan yang memiliki beberapa kriteria, antara lain sehat secara fisik. Artinya, hewan qurban nggak boleh sakit dan nggak boleh cacat. Makanya, biasanya Pemerintah Kota (Pemkot) dalam hal ini Dinas Kesehatan akan memeriksa kondisi hewan qurban. Namun kayak-kayaknya tahun ini nggak melakukan uji kualitas dari hewan-hewan qurban deh. Prinsipnya, kalo hewan qurban kelihatan sehat wal afiat, ya layak dijadikan hewan qurban. Namun ketika kami melihat ke lokasi di tempat kambing, kami melihat ada seekor kambing yang matanya buta. Kelihatannya nggak masalah, tetapi cacat yang dialami oleh kambing menjadi aspek utama dalam penyerahan hewan qurban. Kok kambing buta bisa lolos panita qurban sih? Harusnya nggak boleh terjadi, nih!

Anyway, kami nggak bisa menyaksikan hewan qurban hasil dari sumbangan kolektif anak kami, karena pemotongan seluruh hewan baru berlangung jam 09:00 wib, sementara waktu yang terlihat di jam tangan saya menunjukkan pukul 07:35 wib. Artinya masih lama waktu buat menyaksikan pemotongan hewan. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk langsung ke rumah orangtua kami dan menikmati opor ayam plus ketupat yang nyummi banget.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar