Kamis, 25 Februari 2010

PISANG GORENG YANG ENAK

Hari ini sarapan pagi kami pisang goreng. Kebetulan ada sesisir pisang di dapur. Sayang banget kalo nggak dimanfaatkan. Sebetulnya kami bisa saja membuat pisang goreng kapan pun. Maklum, di rumah kami ada tiga pohon pisang yang tumbuh di pekarangan depan rumah kami. Apalagi kemarin ada sebatang pohon pisang sudah menghasilkan pisang.

Namun, pisang di halaman kami bukan pisang buat pisang goreng. Jenis pisang di rumah kami adalah pisang batu. Pisang batu lebih cocok dimakan pada saat mentah dan dirujak. So, nggak cocok banget pisang goreng yang berasal dari pisang batu. Memang sih sah-sah aja menggoreng pisang batu agar menjadi pisang goreng. Tapi...

Seluruh keluarga kami suka makan pisang goreng, termasuk anak terakhir kami: Khaira.

"Adik suka banget pisang goreng," kata Khaira (5 tahun). "Tapi adik nggak suka pisang goreng."

Nah, lho?

"Soalnya ada pisang goreng yang enak, ada pisang goreng yang nggak enak," ucapnya lagi beralasan. "Kalo pisang gorengnya enak, ya adik suka. Kalo pisang gorengnya nggak diapa-apain, adik suka. Kalo diapa-apain, adik nggak suka."

Kami bingung. Definisi diapa-apain itu apa menurut anak kami ini. Apakah karena dikasih gula lagikah? Apakah ditambah tepung dan dikasih pemanis kah? Sementara pagi ini, di sarapan pagi ini, istri saya membuat pisang goreng dengan adonan yang wajar-wajar saja. Ada tepung, ada gula.

"Nah, ini adik baru suka," kata Khaira sambil mengunyah pisang goreng yang disuapkan oleh istri saya. Dia berhasil menhabiskan dua potong pisang goreng hari ini.

"Perut adik jadi gendut, deh!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar