Minggu, 13 Desember 2009

GARA-GARA ALAT PEMBUAT KOPI DAN PENGHANCUR KERTAS

Buat kedua anak kami, tempat yang paling asyik dikunjungi selain Amazon, Time Zone atau sebangsanya adalah kantor istri. Nggak heran setiap kali istri saya mengajak Anjani dan Khaira buat mampir ke kantornya, mereka bersorak gembira.

“Hore! Aku naik kelas!”

Lho, kok kalimatnya begitu? Bukan, bukan begitu. Kalimatnya nggak cocok. Yang betul seperti di bawah ini.

“Hore! Kita ke kantor Mama! Hore!!!”

Kedengarannya kayak norak, udik, atau kampungan ya? Wong ke kantor aja pake hora-hore. Tapi memang begitu kelakuan anak-anak kami kalo sudah menyebutkan kantor istri saya. Kalo menyebutkan kantor saya, anak-anak kami nggak seantusias saat istri saya menyebutkan kantornya.


Saya tahu kenapa mereka nggak antusias. Sebab, di kantor saya nggak banyak yang bisa dimainkan selain komputer. Nggak mungkinlah kamera-kamera di studio dibuat main. Nanti diomelin sama bos studio kali! Begitu pula lampu-lampu, mikrophone, maupun peralatan teknik lain yang ada di kantor saya. Itu semua bukan buat mainan. Equiptment itu buat shooting. Maklumlah, saya kan kerja di dunia broadcast, jadi alat-alatnya ya alat-alat broadcast. Masa alat masak?

“Adik mau bikin milo di kantor Mama,” kata Khaira.

Salah satu hal yang bikin anak-anak kami suka kalo diajak ke kantor istri saya adalah membuat milo. Dear all, memabuat milo yang dimaksud di sini bukan sekadar membuat milo kayak di rumah, yakni dengan memasukkan bubuk susu milo ke gelas, lalu tambah sesendok gula, kemudian ditambah air, dan diaduk. Bukan, bukan kayak begitu.

Di kantor istri saya kebetulan ada sebuah alat otomatis yang membuat minuman secara instan. Mau minuman cokelat panas maupun kopi berbagai rasa (ada coffee black, black sugar, black cream, coffee 3 in 1, maupun mochaccino) bisa dibuat dengan menggunakan alat tersebut. Coffee maker bahasa sononya.


Ini dia coffee maker yang diidolakan oleh anak-anak kami.

Alat yang dikeluarkan oleh perusahaan Nescafe ini memang mirip dengan alat yang sering ada di kafe-kafe, dan barangkali ada di beberapa kantor lain. Anda cukup letakkan cangkir di bawah pancuran alat itu, pilih menu yang tersedia di situ, lalu pencet, maka akan keluar sesuai dengan pilihan Anda melalui pancuran itu. Kalo Anda pilih kopi, maka akan keluar kopi. Begitu pula kalo Anda pilih cokelat milo, maka akan keluar cokelat milo.

“Papa mau kopi?” tawar anak kami pertama, Anjani.

“Boleh, Kak! Black coffee ya?”

“OK!”

Kalo sudah berhadapan dengan alat otomatis pembuat kopi dan cokelat itu, kedua anak kami seolah berperan sebagai pelayan. Kalo nggak menawarkan kepada saya, mereka menawarkan ke istri saya. Meski istri terkadang nggak pengen minum –pastinya sudah muak, karena setiap hari pasti bisa mengambil sendiri, wong alat itu ada di kantornya-, tetapi demi menyenangkan hati anak-anak, terpaksa meng-order juga.

“Coklat milonya satu ya, Bu!” goda istri saya pada Khaira.

Alat ini memang canggih. Kita nggak perlu lagi mematikan pancuran, karena takut kopi atau cokelatnya terlalu penuh. Nggak perlu kayak begitu. Sebab, alat ini secara otomatis sudah mengatur takaran sesuai gelas yang tersedia. Begitu sudah sesuai takaran, kopi atau cokelat yang keluar pancuran akan mati sendiri.

Selain alat pembuat kopi dan cokelat milo otomatis, di kantor istri saya juga ada alat penghancur kertas. Namanya juga alat penghancur kertas, tujuannya nggak lain nggak bukan ya buat menghancurkan kertas. Cara kerja alat ini, kita cukup memasukkan ke lubang yang ada di alat ini, lalu secara otomatis alat ini menggunting kertas-kertas yang dimasukkan tadi menjadi kecil-kecil. Dengan alat ini, kita nggak perlu lagi meremas-remas kertas dan melemparkan ke dalam keranjang.

Saking ingin mempergunakan alat penghancur kertas, Khaira selalu meminta istri saya buat mengumpulkan kertas-kertas bekas. Dengan kertas-kertas bekas, Khaira baru bisa bermain-main dengan alat penghancur kertas itu. Meski nggak banyak kertas bekas yang tersedia, istri saya terpaksa menyediakan kertas yang sebenarnya masih bisa buat nge-print dokumen (biasanya draft surat menggunakan kertas bolak-balik, di balik kertas sudah ada tulisan tetapi di baliknya lagi masih kosong).

Biasanya kalo sudah berada di kantor istri, anak-anak lupa waktu. Itulah yang membuat kami seringkali menahan sabar. Yaiyalah! Kalo nggak sabar-sabar amat, kita pasti akan merasa sebal. Salah satu resep agar kita nggak merasa sebal, yakni ikut menikmati mereka bermain. Kalo nggak bermain pelayan-pelayanan yang mengantarkan kopi atau cokelat ke pelanggan, ya bermain dengan penghancur kertas itu.

“Mau tambah lagi cokelatnya Bu?” tawar saya pada Khaira.

“Saya rasa sudah cukup, Pak. Terima kasih!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar