Selasa, 12 Oktober 2010

KALO MEMANG REZEKI PASTI BAKAL PERGI NONTON SHINee dan San-Ho-Young

Begitu tiba di rumah, Anjani langsung menutup pintu kamar dan menangis tersedu-sedu. Hanya itu yang bisa dilakukan oleh putri kami, setelah mengetahui kami tidak bisa mendapatkan tiket dari TVRI. Tiket nonton konser musik SHINee dan San-Ho-Young di Senayan Tenis Indoor Stadium malam ini (Selasa/ 12/10).

Sejak Sabtu, Anjani sudah exiting banget ingin menonton konser pujaan hatinya itu. Makumlah SHINee dan Son-Ho-Young sudah dikenal olehnya cukup lama. Sekadar info buat Anda yang belum mengenal, bahwa SHINee adalah boys band asal Korea Selatan yang beraliran R&B kontemporer. Band yang dibentuk SM Entertainment pada tahun 2008 ini terdiri dari Onew, Jonghyun, Key, Minho, dan Taemin. Mereka pertama kali manggung pada 25 Mei 2008 di acara Popular Songs di SBS. Mereka membawakan singel promosi berjudul Nunan Neomu Yeppeo.

Di kalangan anak muda, SHINee ngetop banget. Ini gara-gara lagu dan gaya mereka berbusana. Dengan kostum warna-warni hasil rancangan desainer Ha Sang Baek, SHINee menggenakan sepatu kets hingga mata kaki, jins ketat, dan baju hangat. Anak-anak muda banyak yang meniru gaya berpakaian ala SHINee yang disebut media massa sebagai "tren SHINee".

Son-Ho-Young adalah seorang penyanyi pop yang sebelumnya tergabung dalam sebuah grup band. Pria kelahiran 26 March 1980 di New Jersey, Amerika Serikat ini mengeluarkan album pertama berjudul YES (2006), dimana menghasilkan beberapa single hits, yakni I Know, Crying, YES, dan Love Brings Separation.

Pada tahun 2007, Son mengeluarkan album lagi berjudul Sweet Love. Album ini menelurkan lagu My Heart in Heaven. Setahun berikutnya, ia mengeluatkan album berjudul Returns.

Nah, dalam rangka Indonesia Korea Week 11-16 Oktober 2010 ini, airang membuat kuis buat fans SHINee dan Son-Ho-Young. Mereka yang menang, akan mendapatkan dua tiket gratis Indonesia-Korea Friendship Sharing Concert 2010 yang berlangsung di Tennis Indoor, Senayan, Jakarta.

Sabtu malam, tiba-tiba putri saya berjingkak-jingkrak kegirangan. Ia bukan tidak waras atau baru saja minum obat. Tetapi rupanya ia menang kuis, dimana hadiahnya mendapatkan dua tiket gratis menonton SHINee dan Son-Ho-Young. Saya langsung memberi ucapan selamat.

“Tapi Anja terlambat mengambil tiketnya,” ujar putri saya ini.

Saya perhatikan di e-mail Airang, pengambilan tiket dilakukan di +Tvri Jakarta pada Sabtu pukul 10-17 WIB. Sementara ketika Anjani berjingkrak-jingkrak, waktu sudah menunjukan pukul 20:00 WIB. Saya mencoba membantu menghubungi TVRI, tetapi tidak diangkat. Oh iya, pasti Anda bertanya-tanya kenapa ada TVRI? Dalam event Indonesia Korea Week 2010 ini rupanya Kedutaan Besar Korea bekerjasama dengan televisi pemeritah ini, termasuk menjadi koordinator pembagian tiket gratis ke pemenang kuis yang dibuat oleh Airang.

Brengseknya TVRI, para pemenang tersebut tidak dikirimkan e-mail atau surat. Padahal para pemenang tersebut memiliki e-mail dan mengirimkan biodata resmi. Mereka yang menang, termasuk putri kami, harus aktif mengecek di website. Bahkan putri kami ini tak akan pernah tahu kalo saja temannya memberi tahu lewat FB.

“Selamat ya kamu menang,” tulis teman Anjani di akun FB.

“Menang apa?” tanya Anjani heran.

“Lho, memangnya kamu nggak tahu? Nama kamu ada di daftar pemenang tiket gratis,” ujar teman Anjani.

Sejak Sabtu dan Minggu, yang ada di pikiran Anjani adalah tiket. Saya mengerti sekali, betapa sedihnya ia kalo tidak bisa mendapatkan tiket. Saya yakin, keterlambatan mengetahui hari dan jam pengambilan tiket, bukan 100% kesalahan dirinya. Sekali lagi, sebagian karena TVRI yang menurut saya tidak menjalankan fungsinya. Lho kok menyalahkan TVRI?

Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, bahwa seharusnya TVRI mengirimkan e-mail kepada seluruh pemenang. Hal tersebut supaya mereka yang sudah mengikuti kuis tahu: menang atau kalah. Tetapi saya mengerti kenapa TVRI melakukan itu. Sebab, oknum ingin memanfaatkan tiket-tiket yang tidak diambil oleh para pemenang. Ini memang cukup tendensius, tetapi saya berkeyakinan seperti itu. Lalu untuk apa tiket-tiket itu? Tentu saja bisa dimanfaatkan oleh karyawan-karyawan TVRI yang mau nonton konser atau bisa saja dijual.

“Aku mau deh beli tiket. Limaratus ribu juga mau aku bayar,” ujar salah seorang teman di Tweeter.

Di Senin, saya dan istri nekad pergi ke TVRI. Saya bertekad, bagaimana caranya dua tiket gratis tersebut bisa saya dapatkan dan persembahkan pada putri kami. Saya sudah menyiapkan cara-cara jika di TVRI kami dipersulit. Sementara pada Anjani, saya cuma berpesan.

“Kalo tiket itu rejeki kamu, pasti kamu akan nonton konser,” ujar saya memberi motivasi.

Tiba di kantor TVRI, saya langsung berjumpa dengan seorang ibu karyawan TVRI. Kami langsung menjelaskan maksud dan tujuan. Sambil menyerahkan bukti berupa Kartu Pelajar milik anak kami, ibu itu kemudian membuka lembaran daftar para pemenang.

Rupanya bukan cuma Anjani yang belum mengambil tiket gratis. Masih ada banyak pemenang yang belum mengambil. Saya yakin, mereka tersebut tidak tahu, karena tidak diberitahu oleh TVRI kalau memenangkan tiket gratis. Nasib mereka sama dengan Anjani. Kalau saja tidak ada teman-teman mereka yang memberitahu, para pemenang itu pasti tidak tahu dan tidak akan menyaksikan konser SHINee dan Son-Ho-Young.

“Lho, kita nggak jadi ke TVRI, Ma?” tanya Anjani pada istri saya.

Kebetulan pada hari Minggu, sehabis pulang sekolah Anjani ingin diantar ke TVRI untuk menanyakan tiket. Namun hari Senin kemarin, sehabis Anjani pulang sekolah, kami tidak segera mengantarkannya ke TVRI. Kami justru meluncurkan mobil kami pulang ke rumah. Itulah yang membuat Anjani heran.

Setelah kami jelaskan, Anjani nampak sedih. Hal tersebut bisa kami lihat dari wajahnya. Tak heran begitu turun dari mobil, ia langsung melangkahkan kakinya dengan cepat masuk ke rumah dan menuju kamarnya. Pintu kamar kemudian ditutup dan ia mengangis sejadi-jadinya.

Istri saya kemudian melemparkan amplop putih melalui bawah pintu kamar Anjani.

“Kak, tuh ada amplop. Kamu nggak mau lihat?” pancing istri saya.

Anjani kemudian membuka. Seketika ia pun terkejut. Matanya mendelik. Mulutnya mengangga. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Alhamdulillah! Akhirnya aku nonton konser juga! Terima kasih Ma! Terima kasih Pa!”

Malam ini, putri kami sedang menikmati konser idolanya. Ini adalah konser pertamanya yang ia tonton. Sebelumnya, di pagi hari, wajah Anjani sudah sumringah. Semua teman-teman sekolahnya tahu, kalau Anjani adalah satu-satunya murid di sekolahnya yang mendapatkan tiket gratis nonton konser SHINee dan Son-Ho-Young. Padahal banyak temannya yang berharap bisa nonton, karena mereka juga fans berat SHINee dan Son-Ho-Young.

“Aduh, coba aku yang dapat, pasti bisa nonton, deh,” ujar salah seorang teman Anjani.

“Kamu nonton dengan siapa, Nja? Nonton dengan aku dong,” pinta teman Anjani lain mencoba merayu.

Sabtu, 02 Oktober 2010

BULLYING DALAM KARYA "KECIL-KECIL PUNYA KARYA"

“Kamu, tuh, tikusnya!” jawab Aurell.
“Kamu punya otak, enggak? Kalau punya, letaknya di mana?” ejek Farhan lagi.
“Punya! Di kaki! Puas kamu!” jawab Aurell kesal.
“Oh, pantesan beloon banget! Puas!” balas Farhan.


Penggalan dialog itu saya ambil dari buku seri Kecil-Kecil Punya Karya karya Maryam (12 tahun) berjudul SheKeFaRellOr. Anda sudah baca? Atau anak Anda sudah punya koleksi salah satu seri Kecil-Kecil Punya Karya terbitan DarMizan ini? Saya tidak tahu dengan Anda, tetapi saya pribadi kaget bukan kepalang ketika membaca buku ini. Kalimat-kalimat yang dibuat sang pengarang banyak negatif. Yang paling sering kata “O’ON” sebagai kependekan dari kata “BLOON” dan kata “KUTU KUPRET” yang mengganti panggilan untuk tokoh Diva.

Saya tidak habis pikir,-barangkali saya juga terlalu naif kali ya?- anak usia 12 tahun seperti Maryam sudah fasih mengelontorkan kalimat-kalimat negatif seperti itu. Padahal pengarang cilik ini berguru di sekolah yang relatif baik: Bina Islamic Boarding School, Bekasi, dimana pasti guru-guru mengajarkan hal-ha yang positif, sehingga murid-murid juga turut baik. Tentu kalimat-kalimat yang ada di buku SheKeFaRellOr berasal dari apa yang ia dengar dan rasakan.

Saya juga tidak habis pikir, mengapa DarMizan meloloskan salah satu seri Kecil-Kecil Punya Karya kisah yang kalimat-kaimatnya banyak negatif ini? Coba perhatikan lagi di halaman lain, yakni halaman 32.

“Oh, iya…kenapa aku jadi o’on begini ya?” gumam Kevin..
“Hi, Kev…! Memang sudah dari dulu kamu itu o’on!” celetuk Farhan..
“Yeee…! Kamu, tuh…dari lahir sudah jelek!” balas Kevin kesal.
“Huuu…! Kamu juga dari zaman purba sudah o’on kayak begitu,” sanggah Farhan.


Saya mengerti sekali, Maryam sekadar bermasksud ingin membuat cerita di situ sebagai upaya becanda antarteman, namun editor atau penerbit DarMizan harusnya mengerti, bahwa segmen pembaca Kecil-Kecil Punya Karya ini anak-anak. Bayangkan jika maksud hati menerbitkan buku yang edukatif, eh misinya tidak tercapai.




Menurut Diena Haryana dari Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa), kata-kata caci-maki atau mengejek seperti yang ada di karya Maryam itu termasuk salah satu tindakan bullying. Bullying merupakan istilah yang memang belum cukup dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia. Meski begitu, perilaku bullying sebenarnya sudah ada dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan di dalam institusi pendidikan.

Bullying atau tindakan yang membuat seseorang merasa teraniaya atau direndahkan. Menurut Andrew Mellor dari Antibullying Network University of Edinburgh, bullying bisa terjadi dalam bentuk verbal, fisik maupun mental, sehingga orang tersebut takut bila perilaku tersebut akan terjadi lagi. Di institusi sekolah, ini dilakukan oleh mayoritas orang, baik yang dilakukan sesama siswa, alumni atau bahkan guru. Sayangnya, kasus-kasus ini jarang menguak ke permukaan. Sebab, guru, orang tua, bahkan siswa belum memiliki kesadaran, kapan terjadinya bullying. Kalaupun terjadi, jarang sekali yang mau membicarakannya.

Pada tahun 2007, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengeluarkan data yang cukup mengejutkan. Pada tahun itu dilaporkan terjadi 555 kasus kekerasan terhadap anak, 11,8 persennya dilakukan oleh guru. Tahun berikutnya, tahun 2008, bahkan lebih parah. Dari 86 kasus kekerasan yang dilaporkan, 39 persennya dilakukan oleh guru.

Itu baru pelaporan kasus, sementara menurut Nina, Yayasan Sejiwa mencatat korban akibat tindak kekerasan dalam rentang 2002-2005 adalah sebanyak 30 kasus, baik korban bunuh diri maupun percobaan bunuh diri di kalangan anak dan remaja berusia 6 sampai 15 tahun.

Masa Orientasi Siswa (MOS), pelantikan OSIS, penerimaan anggota ekskul, cheerleaders, atau latihan dasar kepemimpinan yang ada di sekolah, merupakan ajang bullying. Biasanya alumni yang melakukan. Bentuknya bisa berupa permintaan kakak kelas pada adik kelas dengan cara menekan perasaan atau bahkan menyiksa fisik. Bahkan terakhir yang heboh adalah masa orientasi di Paskibra tingkat DKI Jakarta yang masih belum selesai kasusnya. Dilaporkan oleh beberapa anggota Paskibra tahun 2010, senior mereka telah melakukan tindakan pelecehan atau tindakan yang mempermalukan.

Menurut Ketua Yayasan Sejiwa yang aktif memerangi bullying Diena Haryana, bullying menjadi momok menyeramkan karena dampaknya bukan hanya dapat dirasakan sekarang juga namun bisa muncul beberapa tahun kemudian.

“Contohnya, dari salah satu anak SMA yang kami dampingi, dia ketika dibentak gurunya langsung pingsan dan berkata-kata tidak jelas. Setelah diselidiki, ternyata sewaktu SD dia pernah di-bully dengan sangat keras oleh gurunya. Sampai sekarang, dia masih perlu pendampingan,” ujar Nana.

Tambah Nana, bullying di sekolah merupakan embrio kekerasan di masyarakat. Namun, demi ’nama baik’, tidak lebih dari 0,1 persen sekolah di Jakarta yang mengakui kalau di sekolah mereka terjadi bullying.

Mau tambah contoh lagi soal kehebatan bullying?

Fifi Kusrini (13) ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi pada Juli 2005. Menurut ayahnya, gadis yang tinggal di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat itu tak kuasa menahan malu, karena seringkali diejek teman-temannya sebagai anak tukang bubur.

Akhir hidup yang tragis juga dialami oleh Linda (15). Siswi salah satu SLTPN di Jakarta kelas II ini ditemukan tewas gantung diri di kamar tidurnya. Menurut orangtua Linda, ia tewas gara-gara tertekan oleh ejekan teman-temannya di sekolah, karena tidak pernah naik kelas.

Meski tidak sampai tewas, hal yang sama sempat dialami oleh Riska (14). Gara-gara mengalami depresi, karena sering diejek ”gendut” oleh teman-temannya di sekolah, ia nekad hendak bunuh diri. Untung saja orangtuanya, pasangan Bramono dan Tari, segera mengetahui putrinya itu yang sudah siap meloncat dari jendela kamar lantai 11 apartemen.

”Ada sekitar 30 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri di kalangan anak dan remaja berusia 6 sampai 15 tahun yang dilaporkan media massa tahun 2002-2005,” ujar Nana.

Back to seri Kecil-Kecil Punya Karya berjudul SheKeFaRellOr karya Maryam (12 tahun) di atas tadi. Sebenarnya kalo saja penerbit atau editor DarMizan bisa lebih selektif, barangkali karya Maryam tersebut tidak akan lolos. Ya, at least kalimat-kalimat yang bernama bullying tersebut dieditlah. Toh, judul-judul lain di seri Kecil-Kecil Punya Karya banyak yang bagus, kok. Artinya dari segi cerita dan kalimat-kalimat di buku-buku lain tidak ada yang menggajarkan bullying pada pembaca. Misalnya The Eccentric School karya Riza (11 tahun), Pink Cupcake karya Ramya (12 tahun), dan beberapa karya lain yang kebetulan dimiliki anak saya.

Sukses terus untuk DarMizan dengan seri Kecil-Kecil Punya Karya! Untuk Maryam, kalo kebetulan membaca blog ini, terus berkarya ya sayang. Tapi saran Om, next time kalo bikin novel lagi, dialog-dialog dalam cerita kamu itu jangan kasar-kasar ya sayang. Om yakin, kamu pasti bisa! Sukses selalu!

+Paskibra Proklamasi