Minggu, 29 Agustus 2010

RELA MACET BERJAM-JAM DEMI SHOW 15 MENIT


Sudah sejak minggu lalu, putri kedua kami, Khaira, selalu mengingatkan sebuah agenda pada tanggal 29 Agustus 2010 yang tida boleh dilewatkan, yakni pergi ke Pejaten Village. Hampir setiap hari, sampai dengan hari H ini, ia tak bosan-bosan mengingatkan kami dengan agendanya itu.

Mungkin kalo sekadar jalan-jalan ke mall, anak kami jadi terdengar norak atau kampungan. Wong ke mall aja kok segitu ngebetnya. Perkaranya, bukan sekadar jalan ke mall. Kalo itu mah sudah sering kami lakukan. Tetapi Khaira ingin berjumpa dengan idolanya dan melihat dari dekat. Sebab, selama ini sang idola hanya muncul di layar televisi. Nah, Minggu ini, ia hadir secara langsung di mal yang berada di bilangan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

“Sudah adzan dzuhur belum, Pap?” tanya Khaira tiba-tiba menghampiri saya.

“Belum. Bentar lagi ya, Dik,” jawab saya.

Samar-samar suara adzan pun terdengar.

“Nah, sekarang sudah adzan kan, Pap?” tanya Khaira lagi.

“Iya. Kita sholat dulu, yuk!”

“Hore! Hore! Hore! Aku ketemu Mister Maker! Hore! Hore! Aku suka Mister Maker!”



Khaira berlompat-lompatan di atas kasur pegas di kamar kami. Ia kegirangan, karena kami berjanji sehabis sholat dzuhur, langsung pergi ke Pejaten Village untuk menyaksikan “pertunjukan” Mister Maker. Kebetulan jadwal “pertunjukan” idola Khaira ini berlangsung pukul 14.00 wib.

Mister Maker? Memangnya apa yang membuat orang ini begitu spesial? Kalo biasa mendampingi anak-anak Anda menonton Indovision, tepatnya di channel CBeebies, pasti mengenal sosok Mister Maker. Tokoh yang diperankan oleh Phil Gallagher ini adalah jagoan dalam membuat prakarya. Ia selalu membuat karya dari berbagai hal yang ada di sekitar kita. Sangat kreatif dan lucu. Menurut sang Sutradara, James Morgan, karakter Mister Maker memang dibuat untuk dapat menimbulkan keceriaan di sekelilingnya.

Setiap episode, Mister Maker menampilkan beberapa cara membuat prakarya yang mudah dan menarik untuk anak usia dini, dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Namun semua karyanya itu tetap dikhususkan untuk anak usia dini (pre-school). Dari mulai yang sangat mudah sehingga bisa dibuat hnya dalam waktu 1 menit (Minute Make) sampai dengan karya yang membutuhkan bantuan orang dewasa. Bahan-bahannya juga mudah didapat. Yang paling sering digunakan adalah cat, lem, gunting, aneka kertas dan kardus.

Program Mister Maker ini pertama kali disiarkan pada tahun 2007. Saking populernya, program yang dibuat oleh Michael Carrington dari BBC ini sudah di-dubbing ke dalam beberapa bahasa, termasuk ke bahasa Spanyol dan tentu saja Indonesia. Phil sendiri pernah masuk nominasi presenter acara anak-anak terbaik BAFTA Children’s Awards 2009. BAFTA merupakan penghargaan tertinggi bagi insan pertelevisian di Inggris. Beda, lho, sama penghargaan Panasonic Awards di Indonesia ini yang dinilai kurang objektif itu.



Back to kedatangan Mister Maker di Pejaten Village. Ternyata kami salah duga. Anak-anak yang ingin menjumpai Mister Maker banyak minta ampyun. Gara-gara pria asal Inggris ini, ruas-ruas jalan yang menghubungkan ke Pejaten Village macet semacet-macetnya. Kalo Anda pernah melewati jalan Warung Buncit, Jakarta Selatan, barangkali pada hari kerja dan jam-jam sibuk sudah biasa melihat kemacetan. Namun, hari Minggu ini, kemacetan juga terjadi, bahkan lebih parah.

Setelah berjuang, kami akhirnya sampai juga di tempat parkir Pejaten Village. Begitu berada di plaza mall ini, alangkah kagetnya kami. Ratusan anak-anak sudah memadati plaza. Seolah tak ada tempat lagi untuk bergerak. Padahal sang idola belum menunjukan batang hidungnya. Agaknya pihak event organizer (EO) ini tak menyangka pengunjung yang akan melihat Mister Maker akan sebanyak itu.

Tunggu punya tunggu, Mister Maker pun muncul. Bertepatan dengan kemunculannya, seluruh anak memangil nama idola mereka, termasuk Khaira. Suara mereka begitu riuh. Kami melihat wajah mereka berbinar-binar, bahkan ada yang histeris. Situasi ini mirip kalo kita melihat sebuah konser, dimana band manggung dan fans mereka menjerit histeris di depan panggung.

Para orangtua, terutama bapak-bapak terpaksa menggendong putra-putri mereka, mendudukan anak-anak mereka di pundak. Ya, ngapain lagi kalo bukan supaya anak mereka bisa melihat. Padahal jarak antara panggung Mister Maker dan penonton cukup jauh. Kondisi penuh sesak bukan terjadi di lantai dimana panggung berada, tetapi di tiap lantai mall. Siang itu mall milik anak-anak. “Biang keladinya” adalah Phil si Mister Maker itu.



Sayang, pertunjukan cuma 15 menit. Mister Maker yang ditunggu berjam-jam itu tidak terasa harus menghilang. Kalo dipikir-pikir tak sepadan dengan perjuangan mengatasi kemacetan siang menjelang sore itu. Tetapi begitu melihat wajah putri kami yang berbinar-binar, kekesalan pada parahnya kemacetan jadi terobati.

“Gimana Mister Maker-nya, Nak?” tanya saya.

“Keren, Pap!” jawab Khaira sambil tersenyum. “Tapi kenapa kulitnya agak hitam ya? Kok beda dengan di televisi? Kulitnya putih.”

“Mungkin Mister Maker yang datang ke Jakarta ini bukan orang Inggris, tetapi orang Afrika kali,” goda saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar