Selasa, 17 November 2009

OPERASI GIGI - episode # 1

Bukan maksud meremehkan sebuah operasi, saat ini gak ada satupun ketakutan yang ada di hatiku untuk menghadapi operasi. Buatku operasi biasa saja. Gak ada yang perlu ditakuti. Aku heran, kenapa kebanyakan orang stres menghadapi operasi.

Pernah saudaraku gak bisa tidur gara-gara memikirkan operasi yang akan berlangsung keesokan harinya. Seingatku waktu itu operasi usus buntu. Gara-gara stres, gerak-geriknya jadi aneh. Segala posisi tidur sudah dilakukan: posisi kanan, posisi kiri, atas, maupun bawah. Sang istri yang mencoba menenangkan sang suami jadi serba salah.

Lain lagi yang dialami temanku. Setahun yang lalu temanku stres berat seminggu sebelum dioperasi kornea matanya. Dalam stresnya, ada dua pikiran: survive dan mati. Kata survive pun masih ada cabangnya lagi: melek dan buta. Buat kebanyakan orang, stresnya temanku itu beralasan. Kalo melek, sudah pasti akan survive. Karirnya yang selama ini diperjuangkan untuk menjadi seorang Manager akan terkabul. Namun kalo buta, ini akan menjadi derita bagi hidupnya. Sudah pasti pilihannya dua: menyusahkan orang lain atau gantung diri.

“Operasi? So what gitu lho?!”

Bukan maksud pula meremehkan sebuah gigi. Memang, gigi membantu banyak hidup manusia. Tanpa gigi, kita gak akan mungkin bisa menikmati mengigit bebek goreng Kaliyo yang nikmat itu. Tanpa gigi, kita gak mungkin akan menyunyah permen karet ala Lupus.

“Tapi ini cuma gigi kok! Tenang aja!”

Memang cuma operasi gigi. Tapi tetap saja judulnya operasi, begitu kata teman-temanku. Toh aku tetap cuek aja. Biasa aja. Gak takut. Toh nanti sebelum operasi gusiku dibius dulu.

Sebenarnya aku gak suka kenapa akhirnya harus dioperasi. Sebuah kesakitan di gigiku yang sudah kurasakan seminggu ini masa harus berujung operasi? Rasa nyut-nyut yang menganggu tidur salama ini haruskan berakhir di sebuah ruang yang penuh pisau yang nanti akan berdarah-darah?

“Makanya jangan lupa gosok gigi, Pak,” papar drg. Basuni AD.

Terus terang, sepersekian detik dokter itu mengeluarkan kalimat itu, darahku langsung naik. Hatiku panas. Jiwaku mendidih. Entah ungkapan apalagi yang pantas menggantikan kemarahanku.

“Enak aja tuh dokter nganggap gue jarang gosok gigi! Emang dia tahu berapa kali sehari gue gosok gigi? Emang dia pernah ngintip kapan gue gosok gigi? Gue ini rajin gosok gigi!!!”

Sebenarnya aku ingin sekali langusng bereaksi pas dokter itu mengklaimku jarang gosok gigi. Tapi dokter itu terlalu pintar, terlalu cerdas. Kebetulan pada saat dokter itu bicara, mulutku sedang dipaksa manggap menghadap lampu. Alat-alat dokter sedang mengobok-obak gigi dan gusiku. “Sial!”

Karena naik pitam, segala alasan dokter jadi gak mauk akal. Aku anggap, akulah yang benar. Buatku, gak ada hubungannya sikat gigi dengan gigi berlubang. Memang dokter itu tahu kalo pasta gigi bisa menahan gigi jadi tidak berlubang? Buatku, gak ada hubungannya juga gigi kuning dengan jarang gosok gigi. Banyak kok teman-temanku yang rajin gosok gigi, giginya tetap kuning. Memang dokter itu tahu kalo temanku jarang gosok gigi? Enggak kan? Siapa tahu temanku itu memang pencinta Golkar...

“Harus dioperasi Pak,” kata drg tua yang rambutnya sudah dipenuhi uban itu.

Akhirnya aku harus pasrah. Aku harus menghadapi operasi gigi. Secara logika, memang sulit mencabut gigi yang posisinya horizontal, yang terbenam bersama gusi. Yang bisa dilakukan adalah merobek gusi dan mencabut gigi itu.

“Haruskah aku merelakan gigiku dirampas oleh dokter itu? Haruskah kubiarkan satu gigiku hilang meninggalkan teman-temannya?”

Sungguh gak ada maksud untuk merelakan gigiku dirampas. Aku sayang pada gigiku. Gigi yang menemani hidupku selama puluhan tahun ini. Yang sudah membantu mengunyah makanan-makanan sehat maupun gak sehat selama ini. Berjuta pengalaman sudah dimiliki gigiku yang akan dicabut ini. Hoka-hoka Bento, nasi Padang Sederhana, dan lain-lain sudah pernah dirasakan gigiku. Mungkin sudah saatnya say goodbye. Maaf ya Gi, aku harus merelakanmu pergi. Kamu harus dicabut lewat operasi yang beberapa jam lagi berlangsung.

Aku memang sedih soal gigi itu. Aku juga masih marah soal kalimat dokter itu yang gak beradab. Namun soal dokter gigi pemilik Toyota Corola 73 ini, agaknya aku harus percaya. Mungkin drg. Basuni benar, aku harus menjalani operasi. Kalo gak operasi, mungkin aku harus berhadapan setiap hari dengan gigiku yang sakit ini. Yang setiap malam menganggu tidurku. Di saat-saat sakit itu, aku benci kalo mengingat lagu Meggy Z yang membandingkan sakit gigi lebih enak dari sakit hati. Harusnya aku limpahkan sakit gigiku ke Meggy Z kali ya biar dia tahu kalo sakit gigi itu sangat mengganggu.

Beberapa jam sebelum operasi gigi seperti sekarang ini, aku cuma bisa berharap. Drg. Basuni akan melakukan hal yang terbaik dalam operasinya nanti. Gigiku tak akan marah karena harus dicabut dan meninggalkan teman-temannya. Dan tentunya Tuhan bersertaku. Selain berharap, aku juga exciting! Aku menunggu cerita di ruang operasi nanti. Tenang saja teman, aku pasti akan ceritakan saat-saat berkesan selama gigiku dicabut. (*)

1 komentar:

  1. saya hanya mau meluruskan...
    mungkin yang dimaksud dengan jarang gosok gigi adalah cara menyikat gigi yang tidak benar. misalkan walaupun telah menyikat gigi 2x sehari atau bahkan lebih sampai 10x pun, bila dilakukan dengan cara yang salah, terburu-buru ataupun ujung sikat gigi yang besar, sehingga tidak bisa menjangkau gigi paling belakang. maka bisa disamakan dengan tidak menggosok gigi. karena terlihat masih banyaknya plak/jinggong ataupun sisa makanan yang menempel pada gigi.
    plak/jinggong ataupun sisa makanan yang menempel pada gigi tidak akan hilang atau tersapu bersih bila tidak dibersihkan secara mekanis(menyikat gigi) dan dengan seiringnya waktu berjalan, plak dan sisa makanan akan menimbulkan suatu lubang pada gigi ataupun menyebabkan keradangan pada gusi yang lama-lama akan menimbulkan rasa sakit yang sangat hebat.
    ketika sakit, pasien terkadang tidak menyikat daerah yang sakit tersebut. sehingga memperparah timbunan plak/jinggong ataupun sisa makan di gigi tersebut dan sering terlihat seperti tidak menyikat gigi.
    hal ini sering terjadi pada gigi-gigi geraham. TERUTAMA GIGI GERAHAM BELAKANG.
    tebakan saya dari komentar anda pasti yang didiagnosa adalah gigi belakang.
    jadi perlu intropeksi, APAKAH ANDA TELAH MENYIKAT GIGI ANDA DENGAN BENAR???
    terima kasih semoga bermanfaat.. (daw sp.KG)

    BalasHapus