Akhir Juli 2012, saya kembali
mendapat giliran Siskamling di kampung rumah saya. Tahu kan apa itu Siskamling?
Siskamling singkatan dari Sistem Keamanan Lingkungan. Tujuannya untuk menjaga lingkungan di masing-masing
wilayah, khususnya di tiap Rukun Tetangga (RT). Oleh karena Siskamling
dilakukan di wilayah RT, maka mereka yang bertugas adalah seluruh anggota
keluarga di RT tersebut.
Tentu tidak semua anggota warga
RT wajib ikut Siskamling. Yang wajib itu adalah pria dewasa, yang usianya
minimal 17 tahun atau sudah memiliki KTP. Mereka yang berusia uzur alias tua
bangka, tidak diwajibkan menjadi peserta Siskamling. Begitu pula dengan
anak-anak. Namun, tidak buat putri kami, Khaira.
“Memang Siskamling itu ngapain
sih, Pa?” tanya Khaira penasaran.
“Ya, kita jaga di pos ronda, trus
ngider-ngider di sekitar wilayah rumah kita.”
“Nyari maling?”
Saya sempat tertawa dengan segala
pertanyaan dan tanggapan Khaira tentang Siskamling. Ternyata rasa penasaran itu
bukan cuma dimulut. Ia ingin mencari bukti konkret sendiri tentang Siskamling.
“Ade mau ikut Siskamling. Boleh
kan, Pa?”
Ketika keinginan itu muncul, saya
dan istri rada bingung. Anak perempuan umur 7 tahun pengen Siskamling.
Barangkali di kampung-kampung lumrah, anak-anak kecil ikut Siskamling atau
menjaga keamanan dengan para orangtua mereka. Namun kali ini saya mengalami
sendiri dengan anak saya.
Tak heran, pada jatah Siskamling pertama,
saya mengajak Khaira. Namun, sebelum keluar rumah pukul 24:00 wib, saya meminta
putri saya tidur terlebih dahulu agar pada saat Siskamling tidak ngantuk. Oleh
karena excting, ia pun turut kata saya.
***
“Ternyata Siskamling enak.”
Laporan itu datang dari istri
saya. Rupanya, Khaira bercerita tentang Siskamling yang ia telah rasakan
bersama saya. Malam itu, saya memang tidak sekadar duduk di pos ronda dan
ngobrol bersama peserta Siskamling lain, tetapi saya mengajak putri saya
berjalan sepanjang kompleks.
Bak sepasang muda-mudi sedang
berpacaran, saya bergandengan tangan dengan Khaira menyusuri jalan di kompleks
yang hanya diterangi oleh lampu jalan. Seluruh penghuni kompleks sepi. Hanya
suara jangkrik dan burung malam yang menemani kami jalan. Kebetulan, malam itu
udara cerah. Aneka bintang di langit pun turut menemani kami. Suasana romantis
dan sepi itulah yang barangkali inilah yang mebuat Khaira menikmati Siskamling.
“Kok nggak ada malingnya?” tanya
Khaira malam itu.
“Ya, tidak setiap malam ada
maling, De. Tapi nanti kalo ada maling, kita kejar sama-sama ya?”
“Ade nggak berani. Papa aja yang
di depan. Ade di belakang Papa.”
***
Pengalaman Siskamling pertama yang berkesan
itu membuat Khaira selalu ingin ikut Siskamling bersama saya. Bahkan, ia rajin
bertanya pada saya, “Papa, kapan Siskamling lagi?”. Sebelum akhir Juli 2012
lalu, saya sempat mendapatkan jatah Siskamling, tetapi saat itu saya begitu
lelah. Sehabis kerja, saya sempat tidur agar malamnya bisa segar Siskamling.
Eh, yang terjadi justru saya kebablasan tidurnya dan ‘bolos’ Siskamling.
Tak heran ketika ada jadwal
Siskamling berikut, Khaira mengingatkan saya agar jangan ‘bolos’ lagi
Siskamling. Ia pun mengingatkan saya agar diajak Siskamling.
“Bangunin Ade ya, Pa. Ade mau
ikut Siskamling...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar