Jumat, 20 Mei 2016

SAHABAT ANAK SAYA ITU MENINGGAL...

Anak saya menangis dengan seseggukkan. Begitu sampai dari kantor, anak saya langsung memohon agar ia bisa diizinkan ke RS Cipto Mangunkusumo. Padahal saya baru saja pulang dari kantor dan belum juga masuk ke dalam rumah.

"Pah, aku minta izin diantar ke Cipto. Temanku sekarang dalam kondisi kritis. Teman-teman sudah di ICU sekarang," ujar anak saya sambil menangis seseggukkan, Air matanya mengucur.

"Teman kamu itu siapanya kamu?" tanya saya.

Terus terang, saat itu kepekaan saya pada perasaan anak kurang sekali. Seharusnya pertanyaan tersebut tidak saya tanyakan. Namun, sungguh, pertanyaan itu keluar dari mulut saya, gara-gara saya merasa aneh melihat anak saya. Kok teman saja begitu terluka? Menangis begitu haru? Air mata keluar begitu deras? Ada apa? Siapa dia?

"Dia sahabat aku, Pah," jelas anak saya.

Dengan setengah terpaksa, akhirnya saya mengantarkan anak saya ke RS Cipto. Saat itu sudah malam. Ya, sekitar pukul 8 malam. Lalu lintas tak begitu padat, Makanya kami tiba di RS Cipto relatif cepat. Padahal biasanya jalanan di sekitar Cipto, macet.

"Papa nggak usah nunggu. Takut kelamaan," ujar anak saya.

Saya pun pulang.

Dua jam berlalu. Telepon saya berdering. Dari suara telepon terdengar suara anak saya yang kembali sesegukkan.

"Pah, temanku meninggal..."

"Innalillahi wa inna ilayhi roji'un..."

Sejak berita meninggal, ada perasaan sedih sudah berprasangka negatif pada teman anak saya yang almarhum. Saya menyesal. Jika melihat catatan di blog anak saya, ia sahabat yang telah banyak mengingatkan hal-hal positif. Terus terang kami memang tak mengizinkan anak kami pacaran. Alasan itu yang awalnya membuat saya berprasangka negatif saat anak saya nangis sesegukkan. Sebagai orangtua, kami melarang pacaran, karena pacaran haram, dosa. Namun, saya percaya, anak kami sampai kini berhasil menjaga kehormataannya. Dan almarhum sekadar sahabat, cuma teman curhat.

Maafkan Papa ya, Nak...

Sabtu, 07 Mei 2016

ORANG YANG KERJA DI BANK DOSA NGGAK, PAH?

Ada kisah yang menarik lain di long wiken ini yang hampir saya lupa ceritakan. Ini terjadi saat saya mengantarkan anak saya meningap di rumah teman. Kami berdiskusi soal "masalah berat" dengan cara santai. Seperti biasa, saat diskusi di dalam mobil dalam perjalanan.

"Nak, lihat mobil itu," ujar saya pada anak.

Ada sebuah mobil berada di jajaran mobil lain yang sedang berhenti saat lampu merah. Saya menunjuk mobil tersebut dan mengatakan, bahwa kami ingin membeli mobil tersebut. Namun, sayang, mobil tersebut nggak ada tipe otomatiknya.

Saat ini mobil kami sudah berumur 4 (empat) tahun lebih. Biasanya, begitu sudah tahun ke-3, kami sudah sibuk mencari mobil baru. Saya dan istri memang sudah punya "kebijakan" itu. "Kebijakan" ini lantaran, karena kami nggak paham mesin. Nggak paham gimana membetulkan mobil ketika mogok. Makanya, buat menjaga hal-hal yang nggak diinginkan, kami selalu ganti mobil setiap 3 tahun sekali. Mohon dipahami. Apa yang saya ceritakan tanpa bermaksud buat pamer. Sama sekali tidak.

Kami bukan orang yang berlebih harta (baca: kaya raya). Saya bukan konglomerat atau pengusaha kelas kakap yang punya bisnis beromset miliaran. Saya masih pegawai. Istri saya nggak kerja. Namun, rezeki yang diberikan Allah selalu ada. Alhamdulillah. Namun, kami berusaha agar "kebijakan" ganti mobil tiap 3 tahun sekali terjadi. Ya, setidaknya sudah tiga kali kami menjalankan ini.

"Papa nggak mau pinjam uang lagi di bank, Nak," ujar saya membuka diskusi. "Kamu tahu, tiap beli mobil baru, Papa dan Mama selalu pinjam di bank. Itu sama aja Papa dan Mama berhutang. Dengan berhutang, Papa dan Mama juga dikenakan bunga.."

Saya pun menjelaskan dengan ringan, bahwa bunga di bank itu adalah riba. Dalam agama kami, Islam, riba adalah haram. Ustad siapa pun mengatakan, riba itu haram. Oleh karena haram, saya mengatakan pada anak saya, bahwa kali ini saya ingin membeli mobil secara kontan.

"Makanya Papa dan Mama cari mobil yang sesuai dengan dana yang ada," jelas saya. "Dana yang ada buat beli mobil baru, ya mobil itu, Nak..."

"Tapi nggak ada otomatik ya, Pah?" tanya anak saya.

"Iya, Nak. Kamu kan tahu kasihan Mama kalo nggak pake mobil otomatik harus kesana-kemari, jemput kamu..."

Anak saya mengangguk.

Mobil menjadi "pintu masuk" membicarakan soal riba. Alhamdulillah, saya berhasil memberikan info penting tentang satu hal itu. Saya berharap, anak saya mengerti betapa bahayanya riba. Allah melalui Rasulullah SAW mengajarkan pada kita, bahwa kita membeli sesuai dengan KEBUTUHAN dan KEMAMPUAN kita. Jika kita nggaak mampu, ya nggak usah maksa. Nggak perlu menjeratkan diri pada riba.

"Trus orang-orang yang kerja di bank itu dosa nggak, Pah?"

Pertanyaan anak saya ini sungguh cerdas. Namun, tentu saya harus hati-hati menjawab, karena sangat sensitif. Saya cuma bisa berdoa, semoga teman-teman saya yang bekerja di bank segera diberikan hidayah dari Allah Ta'ala.

"Insya Allah, mereka yang bekerja di bank yang ada kata syariah nggak berdosa, Nak," jawab saya diplomatis.

Mobil saya akhirnya sampai di depan pintu pagar teman anak saya. Waktunya kami berpisah. Sambil mengucap salam, saya berdoa agar anak-anak saya selalu menjadi anak yang sholehah. Mereka selalu menjadi orang yang menurut perintah Allah Ta'ala. Apa yang dikatakan Allah di Al-Qur'an nggak diprotes. Dan selalu menjadi orang-orang yang bersyukur. Aamiin.

NGGAK PAKE KIPAS ANGIN LAGI DEH...

Kurang lebih sudah dua tahun AC di kamar kami dan anak-anak "nganggur". Entah kenapa, dua tahun lalu Tukang AC tak mampu memperbaiki kerusakan pada AC kami. AC di kamar kami dikatakan sulit buat berfungsi. Ada suku cadang yang wajib dibeli dan itu sudah jarang, nggak tahu dimana mendapatkannya lagi. Sementara, AC di kamar anak-anak juga dikatakan oleh sang Tukang AC kipasnya sudah lemah dan kondisi "miris" lainnya.

Begitu tahu kedua AC kami nggak berfungsi lagi, saya dan istri memutuskan buat ganti haluan ke kipas angin. Ya, agak "old fashion" juga menggunakan AC. Ups! Maaf, bukan saya merendahkan teman-teman yang sekarang masih pakai kipas angin, lho. Bukan. Di sini kami saja yang merasakan seperti kembali ke saat saya dan istri masih anak-anak sampai remaja, dimana kipas angin sebagai alat buat "mengusir" hawa panas.



Sepanjang AC nggak difungsikan lagi, kami dua kipas angin besar. Satu kipas angin buat kamar kami, satu lagi buat kamar anak-anak. Satu kipas angin kami sering dinaik turunkan dari kamar kami. Oh iya lupa, kamar kami ada di lantai 2, sementara ruang tamu lantai dasar. Oleh karena pusat "keramaian" ada di lantai dasar, maka butuh "pengusir" hawa panas. That's why kipas angin sebagai solusi. Dan kipas angin dari kamar saya yang jadi "korban".

Kok nggak beli aja kipas angin lagi? Hmmm...gimana ya? Maaf, bukan nggak ada duit buat beli kipas angin baru. Tapi rasakan kok kebanyakan amat punya kipas angin sampai tiga. Jadi, ya nggak apa-apalah saya sedikit kerahkan tenaga buat menaik-turunkan kipas angin. Toh, berat kipas angin nggak sampai 1 ton.

Itu kejadian dua tahun lalu.

Alhamdulillah, kami berkenalan dengan Tukan AC berbeda. Kita sebut saja Tukang AC ini dengan nama Pak B. Kalo sebelumnya, Tukang AC yang nggak mampu membetulkan AC kami kita namakan Pak A. Nah, si Pak B ini ternyata "canggih". Dia nggak perlu membeli suku cadang atau apa pun yang bisa "menghidupkan" AC kami yang sudah dua tahun mati itu. Cukup diberikan freon, AC pun dingin nggak ketulungan.

"Jenis AC punya Ibu ini harusnya bisa awet sampai 15 tahunan," tutur Pak B pada istri saya.

Wah, berita gembira tuh! Tadinya kami memang sudah berencana membeli AC lagi. Anak-anak beberapa kali protes, pake kipas angin tetap gerah. Iya sih, saya dan istri juga merasakan hal yang sama, walau kami sempat memendam rasa gerah itu. Makanya kami sempat diam-diam ingin membeli AC baru.

Namun, kerja keras Pak B membetulkan AC lama kami, berhasil. AC dingin kembali. Padahal, AC ini sudah dua tahun nggak berfungsi. Dan usianya sudah lebih dari 10 tahun. Alhamdulillah, uang yang sudah kami alokasikan untuk AC baru bisa kami tabung. Tahu sendiri dong berapa harga AC 1 PK saat ini? Lumayan kan kalo bisa nabung uang buat beli 2 AC, ya nggak?

Ah, sekarang di kamar kami dan anak-anak nggak pake kipas angin lagi deh. Sekarang saya nggak perlu menurunkan dan menaikkan kipas angin lagi deh. Kipas angin bisa stand by selalu di ruang tamu.

Terima kasih Pak B! Terima kasih Panasonic!

Rabu, 04 Mei 2016

BANYAK SINETRON YANG SEHARUSNYA DIBERHENTIKAN...

Sehabis sholat dzhur siang ini, anak saya minta izin pergi. Long wiken ini kami memang tak punya rencana pergi kemana-mana, makanya kami mengizinkan. Tentu, kami tak asal ngasih izin. Sebelum pergi, ada persyaratan yang kudu dipenuhi. Ia harus membereskan beberapa pekerjaan rumah terlebih dahulu, baik itu nyuci maupun ngepel.

"Emang rencananya kamu mau pergi ke mana?" tanya saya.

"Ya, paling makan trus nonton bioskop," jelas anak saya.

"Nonton film apa?" saya kepo.

Anak saya menyebutkan salah satu film nasional yang kabarnya lagi happening. Saya sudah mengira, ia akan menyaksikan film itu. Nah, mumpung sedang membicarakan film yang akan ditonton anak saya, diskusi tentang menjaga kehormatan pun terjadi.

Bahwa saya ingatkan, saat ini banyak sekali film-film yang mengajarkan hal-hal sebetulnya dilarang agama, tetapi dianggap biasa. Agama telah mengajarkan tentang menjaga kehormatan sampai pasangan sah sebagai suami istri. Baik perempuan atau laki wajib jaga kehormatan. Terutama perempuan, selalu jadi korban.

Pegangan tangan, pelukan, maupun ciuman pada teman lawan jenis, dikampanyekan lewat film sebagai hal yang lumrah, biasa. Film membungkus apik, hal-hal yang sebetulnya dilarang oleh agama. Para penonton pun menganggap hal tersebut lumrah, wajar, tak berlebihan.

"Papa yakin, kamu bisa menjaga kehormatan dan tahu kalo scene-scene tersebut tidak layak," ingat saya.

"Iya, aku tahu..."

"Alhamdulillah..."

"Harusnya bukan cuma film yang dipersoalkan, Pa, tapi sinetron. Banyak sinetron yang harusnya diberhentikan, karena banyak mengajarkan pergaulan bebas..."

"Kalo tentang sinetron remaja, papa memang nggak bisa komentar. Sudah parah. Kamu betul..."

Tak terasa, anak saya sudah sampai di rumah teman yang akan bersama nonton di bioskop. Sebelum berpisah, saya kembali bepesan untuk jaga kehormatan diri. Dan jangan lupa selalu berdoa pada Allah.

"Assalamu'alaikum..." ujar anak saya sambil keluar dari pintu mobil.

"Walaikum salam..."