Jumat, 17 Agustus 2012

“Bangunin Ade ya, Pa. Ade Mau Ikut Siskamling...”


Akhir Juli 2012, saya kembali mendapat giliran Siskamling di kampung rumah saya. Tahu kan apa itu Siskamling? Siskamling singkatan dari Sistem Keamanan Lingkungan.  Tujuannya untuk menjaga lingkungan di masing-masing wilayah, khususnya di tiap Rukun Tetangga (RT). Oleh karena Siskamling dilakukan di wilayah RT, maka mereka yang bertugas adalah seluruh anggota keluarga di RT tersebut.

Tentu tidak semua anggota warga RT wajib ikut Siskamling. Yang wajib itu adalah pria dewasa, yang usianya minimal 17 tahun atau sudah memiliki KTP. Mereka yang berusia uzur alias tua bangka, tidak diwajibkan menjadi peserta Siskamling. Begitu pula dengan anak-anak. Namun, tidak buat putri kami, Khaira.

“Memang Siskamling itu ngapain sih, Pa?” tanya Khaira penasaran.

“Ya, kita jaga di pos ronda, trus ngider-ngider di sekitar wilayah rumah kita.”

“Nyari maling?”

Saya sempat tertawa dengan segala pertanyaan dan tanggapan Khaira tentang Siskamling. Ternyata rasa penasaran itu bukan cuma dimulut. Ia ingin mencari bukti konkret sendiri tentang Siskamling.

“Ade mau ikut Siskamling. Boleh kan, Pa?”

Ketika keinginan itu muncul, saya dan istri rada bingung. Anak perempuan umur 7 tahun pengen Siskamling. Barangkali di kampung-kampung lumrah, anak-anak kecil ikut Siskamling atau menjaga keamanan dengan para orangtua mereka. Namun kali ini saya mengalami sendiri dengan anak saya.

Tak heran, pada jatah Siskamling pertama, saya mengajak Khaira. Namun, sebelum keluar rumah pukul 24:00 wib, saya meminta putri saya tidur terlebih dahulu agar pada saat Siskamling tidak ngantuk. Oleh karena excting, ia pun turut kata saya.

***

“Ternyata Siskamling enak.”   

Laporan itu datang dari istri saya. Rupanya, Khaira bercerita tentang Siskamling yang ia telah rasakan bersama saya. Malam itu, saya memang tidak sekadar duduk di pos ronda dan ngobrol bersama peserta Siskamling lain, tetapi saya mengajak putri saya berjalan sepanjang kompleks.

Bak sepasang muda-mudi sedang berpacaran, saya bergandengan tangan dengan Khaira menyusuri jalan di kompleks yang hanya diterangi oleh lampu jalan. Seluruh penghuni kompleks sepi. Hanya suara jangkrik dan burung malam yang menemani kami jalan. Kebetulan, malam itu udara cerah. Aneka bintang di langit pun turut menemani kami. Suasana romantis dan sepi itulah yang barangkali inilah yang mebuat Khaira menikmati Siskamling.

“Kok nggak ada malingnya?” tanya Khaira malam itu.

“Ya, tidak setiap malam ada maling, De. Tapi nanti kalo ada maling, kita kejar sama-sama ya?”

“Ade nggak berani. Papa aja yang di depan. Ade di belakang Papa.”

***

Pengalaman Siskamling pertama yang berkesan itu membuat Khaira selalu ingin ikut Siskamling bersama saya. Bahkan, ia rajin bertanya pada saya, “Papa, kapan Siskamling lagi?”. Sebelum akhir Juli 2012 lalu, saya sempat mendapatkan jatah Siskamling, tetapi saat itu saya begitu lelah. Sehabis kerja, saya sempat tidur agar malamnya bisa segar Siskamling. Eh, yang terjadi justru saya kebablasan tidurnya dan ‘bolos’ Siskamling.

Tak heran ketika ada jadwal Siskamling berikut, Khaira mengingatkan saya agar jangan ‘bolos’ lagi Siskamling. Ia pun mengingatkan saya agar diajak Siskamling.

“Bangunin Ade ya, Pa. Ade mau ikut Siskamling...”