Kamis, 26 Juli 2012

“MAMA KOK NGGAK JIJIK SIH?”


Bulan Juli 2012 ini adalah mens Anjani yang ketiga kali. Saya ingin betul peristiwa mens pertama cukup menghebohkan. Ya, harap maklumlah, namanya juga baru pertama ‘belajar’ mens, jadi ia belum siap.

Persoalan mens ini sebetulnya sudah lama ditungggu-tungga sejak lama, yakni sejak 2011. Kok begitu? Yap! Sebab, teman-teman Anjani rata-rata sudah mens. Bahkan ada yang sudah mens sejak akhir 5 SD. Nah, Anjani sekarang baru saja masuk kelas VIII atau 2 SMP. Mens pertama di bulan April 2012 itu, saat Anjani masih di kelas VII atau 1 SMP.

Nanti kalo Anjani mens, kabari ibu ya?” pesan ibu saya, atau neneknya Anjani.

Ibu saya ingin saat putri kami pertama ini mens, membuat nasi kuning. Entahlah, ini tradisi turun temurun atau memang cuma sekadar keinginan ibu saya. Oleh kerena itu, saya mengiyakan keinginan ibu saya itu.

Hari-H tiba. Hari mens ‘sedunia’ datang juga. Pagi itu, Anjani heboh, karena celananya terdapat tanda merah, akibat darah mens. Saya pun segera menghubungi pemadam kebakaran, eh salah menghubungi ibu saya.

Ibu, datang ya ke rumah kami, karena ada perayaan besar-besaran...”
Bohong! Bukan kalimat itu yang keluar dari mulut saya. Yang benar cuma sekadar melaporkan diri kalo Anjani mens. That’s it.  

Selain kehebohan melihat darah yang keluar, Anjani merasa jijik dengan celana yang terkena noda itu. Sebagai wanita yang sangat berpengalaman dan profesional di bidang mens, istri saya santai saja menanggapi kehebohan Anjani dengan celana bernoda mens itu.

Kamu cuci sendiri celananya,” ujar istri saya.

Anja jijik, Ma.”

Lah, itu kan darah kamu, masa sama darah sendiri jijik?

Nih, Mama ajarin cara mencucinya...”

Istri saya pun mengajari cara mencuci.

Mama kok nggak jijik sih?” tanya Anjani sambil mengreyitkan dahinya. Tanda jijik.

Anjani akhirnya mau mencucikan celana yang terkena noda itu sendiri. Awalnya, ia masih jijik. Memegang celananya, seperti memegang sesuatu yang sangat sangat menjijikan. Cara membersikkannya pun tidak dikucek-kucek agar noda darah di celana itu hilang, tetapi cuma disiram-siram pakai air.

Kalo disiram begitu mah yang ada cuma ngabisin air, bukan nodanya hilang,” protes istri saya. “Coba dikucek-kucek dong, Nak.

Akhirnya Anjani pun mau mengucek-ngucek. Saya tahu, itu dilakukan dengan berat hati.

Alhamdulillah, kini peristiwa kehebohan pertama telah berakhir. Kini Anjani sedikit banyak sudah punya pengalaman bagaimana meng-handle noda darah pada celana pada saat ketahuan mens. Namun, tentu saja di mens ketiga ini, tidak ada lagi kiriman nasi kuning yang lezat dari ibu saya. Saya baru akan menikmati beberapa tahun lagi, menunggu putri kami kedua, Khaira, mens.

"KALO BEGITU ADE BUKA PUASANYA HABIS ASHAR AJA, DEH.."


Ih, kakak makaaan...

Ucapan itu keluar dari mulut Khaira begitu melihat Anjani makan. Siang itu, Anjani memang tidak puasa. Kebetulan hari itu ia sedang mens.

Apa sih?!” protes Anjani sambil membawa piring makan.

Sejak tahu kakaknya mens, Khaira ingin ikut-ikutan tidak puasa. Sebetulnya, ia sudah cukup kuat untuk puasa. Ramadhan 1433 kali ini adalah ujian puasa yang ketiga kali. Namun, kecemburuan pada kakaknya yang membuat Khaira tergoda untuk puasa, apalagi tahun ini adalah tahun Anjani mengalami mens.

“Harusnya biar lagi mens harus menghormati yang puasa,” ujar Khaira sok menasehati kakaknya, Anjani.

Iya, kakak juga di sekolah ngumpet-ngumpet pas minum.”

Pas di rumah, kakak harusnya ngumpet di bawah kolong meja makan kalo pas makan.

Ya, amplop! Kakaknya disangka kucing kali ya? Khaira...Khaira...

Ketika istri saya mengantarkan pulang sekolah, beberapa kali Khaira mengucapkan keinginannya untuk membatalkan puasa. Sebagai ibu yang baik, istri saya tidak langsung meluluskan keinginan Khaira. Istri saya memberi pengetian pada putri kami yang masih berusia 7,5 tahun ini.

Kenapa Ade mau buka puasa? Kan belum magrib?” tanya istri saya.

Habis kalo liat warteg, rasanya pingin makan, Ma. Lapeeer,” alasan Khaira.

Padahal di sekolahnya nggak ada warteg.

Mending, begitu sampai di rumah, Ade langsung tidur ya. Nanti Mama bangunin pas Ashar,” tawar istri saya.

Kalo begitu Ade buka puasanya habis ashar aja, deh,” ujar Khaira lagi dengan semangat.

Udah Ade tidur dulu aja ya...”

Khaira pun tidur. Sekadar info, putri kami ini kalo disuruh tidur siang, syusahnya minta amplop. Namun kalo sudah tidur, pulesnya luar biasa. Bahkan sering kalo dibangunin justru syusah. Lucu juga!
Adzan ashar pun terdengar. Istri saya mulai membangunkan Khaira dari tidurnya yang lelap.

Udah jam berapa nih, Ma?” tanya Khaira setelah matanya terbuka lebar.

Udah azhar. Yuk, kita sholat ashar dulu...”

Abis ashar Ade buka puasa ya, Ma...”

Teuteup! Khaira tetep konsisten ingin buka puasa. Istri saya cuma tersenyum dan langsung mengajak sholat ashar.   

De, Ade nggak sayang mau buka puasa sekarang? Bentar lagi bedug, lho,” ujar istri saya memberi pengertian.

Emang sekarang jam berapa, Ma?

Hampir jam empat. Bentar lagi jam enam. Buka puasa kan jam enam...”

Masih dua jam lagi ya, Ma?

Iya. Tapi kalo Ade main, pasti nggak terasa tiba-tiba sudah buka puasa. Baca-baca buku Iqro juga boleh, kok. Malah bagus...

Sambil manyun, Khaira pun pergi meninggalkan istri saya. Ia main-mainan. Ada televisi yang dibiarkan menyala.

Jam menunjukan pukul lima. Lalu acara-acara di televisi sudah mulai masuk ke tausyiah Ustaz. Berarti tanda-tanda waktu bedug akan tiba. Tepat pukul enam, adzan di televisi pun berkumandang. Kami pun semua berbuka puasa. Khaira berdoa buka puasa dan langsung meneguk teh manis hangat.

Alhamdulillah, akhirnya nggak jadi batal puasanya,” ujar Khaira sambil meletakkan gelas di meja makan.  

Saya dan istri cuma bisa senyam-senyum.

Selasa, 24 Juli 2012

"KENAPA SIH ILUMINATI MATANYA SATU?"

Sungguh kaget bukan kepalang, istri saya ditanya pertanyaan itu oleh Khaira. "Kok bisa-bisanya anak usia 7 tahun bertanya seperti itu?" ujar istri saya dalam hati.

Sore itu, putri kami sedang menyaksikan sebuah film. Kebetulan istri saya duduk di sampingnya. Namun, istri saya tidak fokus menonton. Tiba-tiba...

"Ma, itu iluminati ya?"

Kata 'iluminati' memang sudah melekat pada kedua putri kami, Anjani dan Khiara. Kebetulan saya dan istri mempelajari tentang iluminati dari sebuah buku, beberapa bulan sebelum kedatangan Lady Gaga ke Indonesia. Kedua anak kami kami kasih info sederhana tentang apa itu 'iluminati' dan pengaruhnya pada diri kita dan bangsa Indonesia yang kita cintai ini. Alhamdulillah, mereka mengerti.

Namun sungguh kaget begitu Khaira bertanya tentang salah satu simbol iluminati, yakni mata satu. Tentang mata satu ini bukan baru sekali dua kali, ia lihat. Salah satu karakter jahat di kartun Spongebob juga mahkluk bermata satu.

"Kenapa sih iluminati matanya satu?"

"NANTI KALO DI SURGA, ADE MAU PELUK ALLAH, AH..."


Tak seperti kebanyakan anak-anak, bagi Khaira, Allah swt bukan zat yang menakutkan. Justru Allah adalah zat yang sangat yang menyenangkan. Ini terbukti dari keinginannya untuk memeluk Allah swt begitu sampai di surga.

Begitu sampai di surga, Ade mau memeluk Allah, ah,” ujar Khaira pada istri saya setelah selesai membacakan doa ba’da Isya.

Lho, memangnya kenapa Ade mau peluk Allah?” pancing istri saya.

Soalnya Allah telah baik sama kita. Allah sudah menghapuskan dosa-dosa kita,” jelas Khaira.

Ah, luar biasa putri kami ini. Biasanya, anak-anak di usianya takut pada Allah swt, lantaran Allah dianggap ‘kejam’. Memberikan peraturan yang sulit, sehingga manusia selalu mendapatkan dosa. Lalu, anak-anak yang banyak dosa, akan dimasukkan ke neraka yang panas dan mengerikan.

Insya Allah kita ketemu Allah ya, De. Dan Ade bisa memeluk Allah...”