Selasa, 29 Desember 2009

ULANG TAHUN DI HONG KONG DISNEYLAND

Judul di atas bukan sudah terjadi, tetapi baru direncanakan. Yang merencanakan adalah Anjani, anak kami yang pertama. Sebenarnya ia belum sempat memberitahukan pada kami soal rencana itu, tetapi kami sempat menemukan sebuah undangan ulang tahun buatannya, dimana dalam undangan itu tertulis begini:

My Friend datanglah ke pesta ulangtahunku yang ke-11 pada:

Hari/ Tanggal : 20 Februari 2010
Waktu : 17:00 wib
Tempat : Hongkong Disneyland


Perkara merayakan ulang tahun tentu relatif mudah. Sebab, hampir setiap tahun kami pasti merayakan ulang tahun anak-anak kami. Mohon jangan membayangkan perayaan ulang tahunnya selalu di tempat-tempat yang mahal. NO! Kadang perayaan ulangtahunnya dilakukan di tempat-tempat yang murah meriah. Itu pun dirayakan cuma kami berempat: saya, istri saya, Anjani, dan adiknya Khaira.



Dua gambar Khaira (5 tahun) yang bercerita soal anak-anak yang sedang merayakan ulangtahun.

Yang membuat kami bikin stres setelah membaca undangan buatan anak kami adalah tempat perayaan ulang tahun ke-11 itu, yakni di DISNEYLAND HONGKONG!. Saya yakin, itu keinginan Anjani setelah beberapa kali melihat promo Hongkong Disneyland yang menakjubkan di Indovision.

Apa reaksi kita terhadap keinginan anak kita yang luar biasa itu? Marah dan mengatakan padanya: Are you crazy?! It doesn’t make sense!? Atau justru kita mengabulkan keinginannya?

Dear parents, kami bukan keluarga konglomerat. Kami pun bukan pengusaha yang memiliki omset miliaran atau triliunan rupiah, sehingga bisa seenak udel merayakan pesta ulang tahun di Hongkong Disneyland. Kami juga bukan pejabat yang sebenarnya bergaji pokok lebih rendah dari kami, tetapi karena duit hasil korupsi bisa punya duit dan harta yang luar biasa.

Kami adalah keluarga yang paling mentok merayakan pesta ulang tahun di Kentucky Fried Chicken atau McDonnald. Pernah kami beberapa kali kami merayakan ulangtahun di salah satu Country Club di dekat rumah kami, dimana setelah acara tiup lilin dan anekalomba, anak-anak yang diundang di ulangtahun anak kami bisa berenang, karena di Country Club itu ada kolam renang yang bagus.

Kalo punya duit banyak, kami pun nggak bakal merayakan pesta ulang tahun ke Hongkong Disneyland. Rugi! Mending duit buat perayaan pesta ditabung, didepositokan, atau dibelikan emas, dan kelak akan kami gunakan buat kuliah anak kami di tempat yang terbaik. Yang pergi ke Disneyland cuma kami berempat aja.

Kami nggak akan marah-marah dengan impian Anjani ini. Impian ini justru memacu semangat kami buat mencari uang dan berdoa pada Sang Pencipta agar dilapangkan rezeki. Kami yakin, kalo kita berusaha dan berdoa, Tuhan akan mengerti. Tentu saja doa kami bukan merealisasikan impian anak kami merayakan pesta ulang tahun ke Hongkong Disneyland. Doa kami sederhana saja, yakni diberikan kesehatan dan kesabaran dalam menjalankan kehidupan di dunia ini.



Kok nggak nyambung dengan impian anak kami?

Kelihatannya nggak nyambung, padahal sebetulnya nyambung. Coba kalo kita nggak sehat, mana bisa kita kerja cari uang? Coba kalo kita nggak sabar? Pasti kita pengen dapat uang instan, yakni dengan cara mencuri atau korupsi. Saya yakin, anak kami nggak ingin melihat Bapaknya berada di dalam penjara. Kami yakin 100%, mereka lebih menginginkan Bapaknya berada di dekat mereka, meski tanpa harus merayakan ulangtahun di Hongkong Disneyland, ya nggak?

Senin, 28 Desember 2009

LIBUR TLAH TIBA! HORE! HORE!

Lirik lagu Tasya yang jadi judul tulisan saya ini memang benar. Ketika libur sudah tiba, anak-anak pasti bakal bersorak riang gembira. Hore! Hore! Eit, bukan cuma anak-anak yang mendapatkan jatah libur hampir satu bulan penuh yang bersorak gembira, lho. Tetapi orangtua yang mengalami waktu libur, pasti juga akan melakukan hal yang sama seperti anak-anak, kok. Masalahnya apakah orangtua bisa ikutan libur bareng anak-anaknya atau tidak?

Sebab, meski anak-anak libur, terkadang para orangtua sulit buat mendapatkan jatah libur sama seperti anak-anak. Jatah libur orangtua -khususnya yang bekeja- jelas dibatasi. Mereka yang bekerja biasanya lebih prefer ngambil jatah cuti pada saat menjelang Idul Fitri dan setelah Idul Fitri. Kenapa? Sebab, kehidupan yang sesungguhnya terjadi pada waktu itu, karena para pembantu yang mudik.




Jarang sekali orangtua yang mengambil jatah cuti yang banyak pada saat anak-ana libur. Tetapi ada juga kok yang sebagian orangtua bekerja yang memanfaatkan jatah cuti di saat anak-anak libur. Nah, kami salah satu keluarga yang melakukan itu. Makanya begitu masa anak-anak sekolah libur, kami pun berteriak sebagaimana Tasya menyuarakan di lagu Libur Tlah Tiba.

Libur tlah tiba
Libur tlah tiba
Hore! Hore! Hore!
Simpanlah tas dan bukumu
Lupakan keluh kesahmu
Libur tlah tiba
Libur tlah tiba
Hatiku gembira


Di libur kali ini, kami nggak berkunjung ke luar kota sebagaimana libur-libur sebelumnya. Edisi libur kali ini cukup ngider dari mal ke mal di Jakarta, karena duitnya mau kami tabung buat liburan yang jauh. Jauhnya kemana? Nantikan episode berikutnya ya....hehehe!


Meski cuma di Jakarta, liburan kami tetap seru-seru juga, kok. Buat kami sebenarnya bukan masalah kemana liburannya, tetapi apakah kami sama-sama menikmati liburan itu apa nggak? Sebab, banyak orangtua yang ikut liburan dengan anak-anak mereka, tetapi pikiran orangtua-orangtua tersebut lagi nggak di lokasi liburan. Artinya, mereka nggak menikmati. Masih mikir bisnis, perusahaan yang ditinggal, sibuk telepon sana-sini, main dengan Blackbarry, dan aktivitas yang nggak seharusnya masuk dalam agenda liburan. Nah, kami selalu berkomitmen, kalo sudah berlibur dengan anak-anak ya enjoy 100%. Forget about jobs.

Oh iya, dari buku yang saya baca, pada saat kita bermain dan enjoy bersama, sebenarnya ada hal yang kita dapatkan. Yakni terjalinnya emosi antara orangtua dan anak. Biasanya, dalam situasi yang serba enak, rileks, kita bisa saling terbuka. Anak-anak bisa saling curhat dan kita bisa tahu pandangan anak seperti apa. Alhamdullillah, kedekatan kami dengan anak nggak cuma saat libur kayak begini, sih. Kami bisa melakukan aktivitas gokil-gokilan kapan saja, termasuk pada saat menjelang tidur, kami pun seringkali melakukan kegilaan. Salah satunya, rebutan lapak buat tidur. Seru! Rame!

Kamis, 24 Desember 2009

NYOBAIN KERAK TELOR PLUS TOGE GORENG DI FESTIVAL KEMANG 2009

Bukan norak, bukan sihir, tapi udah lama banget saya nggak merasakan makanan khas Betawi. Terakhir kali, saya makan toge goreng beberapa abad lalu. Sementara kalo makan kerak telor, sekitar bulan Juni, ketika terjadi peristiwa Pekan Raya Jakarta di Kemayoran. Alhamdulillah, saya berhasil mendapatkan apa yang saya idamkan. Dan itu semua saya dapatkan di Festival Kemang 2009 yang berlangsung pada 19-20 Desember 2009 ini.




Menurut Suluh Sugiharto, Asisten Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta Selatan -yang penulis kutip dari Republika Newsroom, Minggu (20/12/09)- mengatakan, Festival Kemang ini merupakan kolaborasi antara menggelar seni budaya betawi dan meningkatkan perekonomi dan kesejahteraan para pelaku UKM (Usaha Kecil Masyarakat). Lebih dari itu, yang nggak kalah penting, yakni acara ini diharapkan mampu meningkatkan pariwisata Jakarta, khususnya Jakarta Selatan. Maklumlah, di Kemang kan banyak bule-bule.



Sejak awal, Festival Kemang memang memiliki tujuan mulia tersebut: (1) menampilkan budaya Betawi; (2) peningkatan ekonomi UKM; dan (3) pariwisata. Festival Kemang pertama kali dilaksanakan pada 7-8 Juni 2003, yakni dalam rangka menyambut HUT Kota Jakarta ke-476. Saat itu Dinas Pariwisata DKI Jakarta bekerjasama dengan Indo.com, dan Cipta Visualindo menggelar acara ini.

"Kita juga ingin membuktikan pada dunia internasional kalau Jakarta saat ini aman," kata Kepala Dinas Pariwisata DKI Aurora Tambunan saat meresmikan acara itu kala pertama kali Festival Kemang pertama dibuka tahun 2003.



Setelah tahun 2003, Festival Kemang digelar lagi, yakni pada 2008. Pada tahun 2009, Festival Kemang keempat dilaksanakan pada 2-3 Agustus 2009. Jalan sepanjang sekitar 1 kilometer akan ditutup untuk umum. Penutupan di bagian utara, yakni dari perempatan Mc Donald's dan di bagian selatan, yakni pertigaan Amigos.

Pada Festival Kemang keempat ini, tema yang diangkat adalah "Hijau Kemangku". Selain musik dari kesenian lokal Betawi, Ambon, musik etnik dan kontemporer, angklung, tartan anak-anak dari Down Syndrome Indonesia, ada pula musik arumba dari persatuan warga Korea dan Jepang di Indonesia.



Nggak terasa, umur Kemang Festival di tahun 2009 yang berlangsung pada 19-20 Desember 2009 ini sudah lima tahun. Dari tahun ke tahun, Festival ini memang terjadi peningkatan dalam kuantitas pedagang. Tahun 2009 ini aja, tenda penjual hampir sepanjang 1 kilometer, yakni kurang lebih sekitar 552 tenda yang terdiri dari tenda pakaian, makanan, dan aksesoris lain.

Meski sebelumnya sempat ditentang oleh warga sekitar Kemang, toh acara ini tetap digelar. Jalan sepanjang 1 kilometer tetap ditutup, yakni dari perempatan McDonnald ke POM Bensin di Kemang Selatan.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Selasa, 15 Desember 2009

Minggu, 13 Desember 2009

GARA-GARA ALAT PEMBUAT KOPI DAN PENGHANCUR KERTAS

Buat kedua anak kami, tempat yang paling asyik dikunjungi selain Amazon, Time Zone atau sebangsanya adalah kantor istri. Nggak heran setiap kali istri saya mengajak Anjani dan Khaira buat mampir ke kantornya, mereka bersorak gembira.

“Hore! Aku naik kelas!”

Lho, kok kalimatnya begitu? Bukan, bukan begitu. Kalimatnya nggak cocok. Yang betul seperti di bawah ini.

“Hore! Kita ke kantor Mama! Hore!!!”

Kedengarannya kayak norak, udik, atau kampungan ya? Wong ke kantor aja pake hora-hore. Tapi memang begitu kelakuan anak-anak kami kalo sudah menyebutkan kantor istri saya. Kalo menyebutkan kantor saya, anak-anak kami nggak seantusias saat istri saya menyebutkan kantornya.


Saya tahu kenapa mereka nggak antusias. Sebab, di kantor saya nggak banyak yang bisa dimainkan selain komputer. Nggak mungkinlah kamera-kamera di studio dibuat main. Nanti diomelin sama bos studio kali! Begitu pula lampu-lampu, mikrophone, maupun peralatan teknik lain yang ada di kantor saya. Itu semua bukan buat mainan. Equiptment itu buat shooting. Maklumlah, saya kan kerja di dunia broadcast, jadi alat-alatnya ya alat-alat broadcast. Masa alat masak?

“Adik mau bikin milo di kantor Mama,” kata Khaira.

Salah satu hal yang bikin anak-anak kami suka kalo diajak ke kantor istri saya adalah membuat milo. Dear all, memabuat milo yang dimaksud di sini bukan sekadar membuat milo kayak di rumah, yakni dengan memasukkan bubuk susu milo ke gelas, lalu tambah sesendok gula, kemudian ditambah air, dan diaduk. Bukan, bukan kayak begitu.

Di kantor istri saya kebetulan ada sebuah alat otomatis yang membuat minuman secara instan. Mau minuman cokelat panas maupun kopi berbagai rasa (ada coffee black, black sugar, black cream, coffee 3 in 1, maupun mochaccino) bisa dibuat dengan menggunakan alat tersebut. Coffee maker bahasa sononya.


Ini dia coffee maker yang diidolakan oleh anak-anak kami.

Alat yang dikeluarkan oleh perusahaan Nescafe ini memang mirip dengan alat yang sering ada di kafe-kafe, dan barangkali ada di beberapa kantor lain. Anda cukup letakkan cangkir di bawah pancuran alat itu, pilih menu yang tersedia di situ, lalu pencet, maka akan keluar sesuai dengan pilihan Anda melalui pancuran itu. Kalo Anda pilih kopi, maka akan keluar kopi. Begitu pula kalo Anda pilih cokelat milo, maka akan keluar cokelat milo.

“Papa mau kopi?” tawar anak kami pertama, Anjani.

“Boleh, Kak! Black coffee ya?”

“OK!”

Kalo sudah berhadapan dengan alat otomatis pembuat kopi dan cokelat itu, kedua anak kami seolah berperan sebagai pelayan. Kalo nggak menawarkan kepada saya, mereka menawarkan ke istri saya. Meski istri terkadang nggak pengen minum –pastinya sudah muak, karena setiap hari pasti bisa mengambil sendiri, wong alat itu ada di kantornya-, tetapi demi menyenangkan hati anak-anak, terpaksa meng-order juga.

“Coklat milonya satu ya, Bu!” goda istri saya pada Khaira.

Alat ini memang canggih. Kita nggak perlu lagi mematikan pancuran, karena takut kopi atau cokelatnya terlalu penuh. Nggak perlu kayak begitu. Sebab, alat ini secara otomatis sudah mengatur takaran sesuai gelas yang tersedia. Begitu sudah sesuai takaran, kopi atau cokelat yang keluar pancuran akan mati sendiri.

Selain alat pembuat kopi dan cokelat milo otomatis, di kantor istri saya juga ada alat penghancur kertas. Namanya juga alat penghancur kertas, tujuannya nggak lain nggak bukan ya buat menghancurkan kertas. Cara kerja alat ini, kita cukup memasukkan ke lubang yang ada di alat ini, lalu secara otomatis alat ini menggunting kertas-kertas yang dimasukkan tadi menjadi kecil-kecil. Dengan alat ini, kita nggak perlu lagi meremas-remas kertas dan melemparkan ke dalam keranjang.

Saking ingin mempergunakan alat penghancur kertas, Khaira selalu meminta istri saya buat mengumpulkan kertas-kertas bekas. Dengan kertas-kertas bekas, Khaira baru bisa bermain-main dengan alat penghancur kertas itu. Meski nggak banyak kertas bekas yang tersedia, istri saya terpaksa menyediakan kertas yang sebenarnya masih bisa buat nge-print dokumen (biasanya draft surat menggunakan kertas bolak-balik, di balik kertas sudah ada tulisan tetapi di baliknya lagi masih kosong).

Biasanya kalo sudah berada di kantor istri, anak-anak lupa waktu. Itulah yang membuat kami seringkali menahan sabar. Yaiyalah! Kalo nggak sabar-sabar amat, kita pasti akan merasa sebal. Salah satu resep agar kita nggak merasa sebal, yakni ikut menikmati mereka bermain. Kalo nggak bermain pelayan-pelayanan yang mengantarkan kopi atau cokelat ke pelanggan, ya bermain dengan penghancur kertas itu.

“Mau tambah lagi cokelatnya Bu?” tawar saya pada Khaira.

“Saya rasa sudah cukup, Pak. Terima kasih!”

YANG KESIANGAN BANGUN ITU KAMU, KOK JADI PAPA YANG DISALAHIN?

Hari ini tak seperti biasanya Khaira bangun kesiangan. Padahal setiap hari, putri kami yang kedua ini selalu bangun lebih awal. Lebih dahulu dari ayam jago yang mau berkokok di pagi hari. Enggak ding! Ayam dulu berkokok baru Khaira yang berkokok, eh maksudnya bangun.

Kebiasaan bangun pukul 5, sudah dilakukan Khaira sejak di TK A. Ketika saya dan istri masih terlelap di tempat tidur –karena tidur lagi setelah sholat subuh pukul 4.15 wib-, anak kami sudah bernyanyi-nyanyi di kamar mandi. Lalu begitu sudah siap berangkat, kami –terutama saya-, dibangunkan. Tetapi hari ini tumben banget ia bangunnya telat, yakni pukul 6 pagi.

“Kenapa hari ini bangunnya telat, Dik?” pancing saya dalam perjalanan menuju sekolah.

“Habis adik mimpi,” jawab Khaira sambil mesem-mesem.

“Mimpi?”

“Iya, mimpi indaaaaaaaaaaaaaaaaaaah sekali!”


Ya, amplop! Anak kecil tahu-tahunya soal mimpi indah. Perkara mimpi indah inilah yang bikin saya penasaran. Saya jadi ingin tahu apa yang ada dalam bayangan Khaira soal mimpi indah. Setahu saya waktu seumuran putri saya ini, kalo kita sedang bermimpi indah, pada saat tidur kita tersenyum sendiri. Nah, saya perhatikan malam sewaktu putri saya tidur, mulutnya nggak senyam-senyum.

“Adik mimpi ulangtahun,” kata Khaira dengan mimik serius.

“Ulangtahun ke berapa, Dik?”

“Ke limapuluh!”

Gubrak! Anak lima tahun bermimpi ulangtahun ke-50? Ada-ada saja Khaira. Saya aja belum kepikiran akan berulangtahun ke-50, eh bisa-bisanya putri saya punya mimpi kayak begitu. And you know what? Dalam ulangtahun di mimpinya itu, Khaira mendapatkan kado dari ketiga pacarnya: Fatteh, Aji, dan Abel. Busyet! Anak kami kok jadi playgirl begini, sih?

“Fatteh ngasih adik boneka baby life,” jelas Khaira.

“Ulangtahun ke-50 hadiahnya baby life?” tanya saya heran.



Anda tahu apa itu boneka baby life? Boneka baby life itu adalah boneka yang mirip kayak manusia. Ia bisa minum susu, tidur, bahkan pup. Anak-anak memperlakukan baby life sebagaimana bayi manusia. Kalo pup, ada pempers-perpersan yang kudu diganti. Satu pempers bohongan mahalnya minta ampun, jauh lebih mahal dari beli selusin pempers asli. Oleh karena mirip diperlakukan kayak manusia, harga boneka baby life cukup mahal, sekitar 1 juta-an.

“Lalu Aji ngasih hadiah apa?”

“Boneka baby life!”

“Kalo Abel ngasih apa?”

“Baby life!”

“Lho kok baby life semua?” tanya saya heran.

“Iya, baby life-nya beda-beda!”

Oalah! Gitu toh ceritanya? Cerita yang berasal dari mimpi dan membuat Khaira terlambat ke sekolah. Gara-gara keterlambatannya, ia kalah dari teman sekelasnya: Intan. Dan keterlambatan ini yang membuatnya marah pada saya.

“Papa sih terlambat,” ujar Khaira.

“Lah, yang kesiangan bangun itu kamu. Kok jadi Papa yang disalahin?”

Khaira cuma senyam-senyum pada saat saya protes begitu. Dasar anak kecil!

Selasa, 08 Desember 2009

BERBAKAT JADI GURU

Menjadi guru itu nggak mudah, lho, apalagi kalo yang diajar itu anak-anak kecil. Nah, ini saya alami ketika diminta mengajarkan di sekolah anak saya, Khaira, di TK Ar-Taqwa. Adalah Ibu Soffie, guru putri kedua kami, yang meminta saya mengajar soal proses produksi pembuatan berita sampai ditayangkan di televisi.

Saudara-saudara sekalian, jangan menduga apa yang saya ajarkan itu njilemet. Memang sih, temanya cukup berat, apalagi buat anak-anak TK. Namun tema yang berat ini kudu dibuat ringan. Begitu pesan Ibu Soffie. Tantangan bukan? Alhamdulillah, saya berhasil membuat teman-teman Khaira dan juga murid-murid TK lain enjoy dengan pemaparan saya.


"Kamera itulah yang merekam gambar, sehingga wajah kalian bisa terlihat di televisi," jelas saya.

Tentu setelah menjelaskan soal proses, saya membuka sesi tanya jawab. Rupanya ada beberapa anak yang nafsu ingin bertanyanya besar sekali, sementara murid-murid yang lain nampak kebingungan. Saya tebak, anak-anak yang bengong ini belum ngerti atau bahkan bingung dengan segala penjelasan saya yang sebenarnya sudah ringan sekali.

"Camera itu terbuat dari apa sih Om?"

"Beli kameranya dimana, Om?"




Boleh jadi kemampuan mengajar ini merupakan darah yang diturunkan dari Bapak saya. Yap! Bapak saya adalah seorang guru olahraga dan kesehatan. Beliau lulusan Sekolah Guru Olahraga (SGO) di Surabaya dan kemudian melanjutkan gelar kesarjanaan di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK), Institut Keguruan Ilmu Pendikan (IKIP) yang sekarang sudah diganti menjadi Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Sejak sebelum saya lahir, Bapak saya mengajar. Entahlah apa yang membuat Bapak doyan mengajar. Saya pikir, beliau ngajar cuma sekadar buat cari makan. Atau kalo mereka yang menjadi guru saat ini kebanyakan sekadar batu loncatan atau profesi terakhir dari pada nganggur. Istilahnya: iseng-iseng berhadian. Gokil ya? Buat Bapak saya mengajar ternyata adalah pengabdian. Nggak peduli gaji kecil atau fasilitas nggak ada, ia tetap mengajar dengan enjoy.


Darah mengajar itulah yang menurun pada saya, sehingga pada saat berhadapan dengan anak-anak, saya bisa "berakting" ala guru. Oleh karena anak-anak enjoy mendengarkan penjelasan saya kalimat demi kalimat, saya pun ikut enjoy. Saking enjoy-nya, dengan penuh harap saya ingin diberikan kesempatan lagi buat mengajar. Ya, itung-itung amal lah, soalnya nggak dibayar. Bukankah luar biasa sekali kalo kelak anak-anak TK yang saya ajar ini beberapa tahun kemudian ketemu saya dan mengatakan: "Thanks ya Om dahulu sudah mengenalkan saya pada dunia televisi". Ah, betapa bangga rasa hatiku kalo hal tersebut benar-benar terjadi.

Senin, 07 Desember 2009

MAMA BISA KAYA RAYA, TUH!

Kemarin Anjani baru ikut kursus matematika lagi. Setelah berhenti dari Kumon beberapa waktu lalu, karena kami nilai nggak ada kemajuan –maklum metodenya peserta cuma dikasih PR setiap hari dan apa yang dipelajari di sekolah dan di tempat kursus nggak sama-, putri pertama kami menggundurkan diri. Kami kemudian sepakat mengajarkan sendiri basic matematika di rumah.

Waktu kami yang terbatas dan mata pelajaran matematika di sekolah yang terus berkembang cepat membuat kami memutuskan mendaftarkan kembali Anjani ke tempat kursus. Tapi bukan kursus model Kumon, tetapi kursus yang diselenggarakan oleh gurunya. Alasan kami, (1) dengan guru sendiri akan mengenal kelebihan maupun kelemahan sang murid; (2) guru bisa tahu kurikulum atau matematika yang diajarkan di sekolah atau yang akan diuji. Dan mulai kemarin, ia dan teman-teman sekelasnya ikut kursus.

“Gimana tadi kursusnya, Nak?” tanya istri saya pada Anjani.

“Enak, Ma!”

“Syukurlah! Tapi kakak ngerti kan?”

“Iya. Tadi belajar bilangan prima.”

“Oh begitu. Lalu?”

“Kata gurunya kalo bisa mendapat nilai 7 pas ulangan, Anja dapat uang seribu,” jelas Anjani. “Kalo dapat nilai 9, pak guru mau ngasih Anja limaribu, Ma!”

“Wah, guru kakak baik baget ya? Kalo zaman dulu guru Mama kayak guru kakak sekarang, pasti Mama sudah kaya, tuh!”


Istri saya kebetulan memang jago matematika. Saya beruntung punya istri jago matematika, karena bisa menyeimbangkan saya yang terlalu bodoh hitung-hitungan. Waktu di sekolah dulu, kalo saya bisa mendapatkan nilai matematika 8, itu adalah sebuah mukjizat Tuhan. Paling keren, nilai matematika saya cuma mentok di angka 7. Sedang istri saya, rata-rata 9 nilai matematikanya. Makanya kalo ia menggoda Anjani dengan kata “bisa kaya”, ya gara-gara nilai matematika istri saya yang bagus itu.

“Jadi kakak sekarang siap dong mengerjakan ujian matematika?”

“Siap, Ma!” jawab Anjani dengan yakin.

“Siap dapat limaribu dari pak guru kan?” tanya istri.

“Enggak! Seribu aja, Ma!”

Selasa, 01 Desember 2009

UNDANGAN BUATAN KHAIRA KETIKA ASYIK BERSABUN-SABUN RIA

Setiap kali mandi, saya selalu menggunakan shower. Bukan mau sok-sokan jadi orang kaya, tetapi kebetulan di kamar mandi saya dipasang shower dan nggak ada bak mandi. Yang ada selain shower, ember besar berwarna merah, yang diperuntukan buat mereka yang nggak suka ber-shower-shower ria, which are istri saya dan kedua anak kami.

Kata orang, mandi pakai shower itu malah bagus, yakni irit air. Dengan shower, seluruh tubuh rata terkena air. Kalo dengan gayung, guyuran air belum tentu merata. Kalo Anda menguyur air dari kepala dengan gayung, belum tentu terkena bagian-bagian tubuh yang ada di bawahnya. Lho, kok kita jadi ngebahas soal shower ya?


Undangan yang dikrimkan oleh Khaira lewat bawah pintu kamar mandi.

Alkisah, saya sedang mandi dengan shower di suatu pagi yang indah ceria. Anda bayangkan pada saat asyik-asyiknya memakai sabun (sampai ke seluruh badan dan wajah), saya mendengar panggilan anak kami, Khaira.

“Papa Brianto!” teriak Khaira.

Anak kedua saya ini kalo panggil nama saya memang selalu ketinggalan huruf “L”. Mending ketinggalannya cuma satu, tetapi ketinggalan dua huruf “L”. Bukan ia nggak bisa mengucapkan huruf “L”. Ia fasih kok, bahkan huruf “R” sudah mampu diucapkan dengan canggih. Barangkali nama saya rada ribet diucapkan secara utuh oleh anak umur 5 tahun kali ya? Nama saya terlalu Inggris-Inggris gitu kali ya?

“Papa Brianto!” teriak Khaira lagi.

“Iya, Nak!”

“Ini ada undangan dari Mama!”

“Undangan apa, De?!” tanya saya sambil terus menyabuni beberapa anggota tubuh yang belum terkena sabun, dimana anggota tubuh saya nggak boleh diketahui oleh Anda. Sebab, nanti saya terkena Undang-Undang (UU) Pornografi dan Pornoaksi.

“Undangan ulang tahun! Buruan keluar, Pap!” perintah Khaira.



Spelling Khaira masih asal. Tetapi usahanya buat menulis patut kami banggakan.

“Papa masih mandi, De!”

“Pintu kamar mandinya dibuka sedikit...”

“Papa lagi sabunan, De. Nanggung, nih!”

Khaira memang begitu. Ia selalu ngotot terhadap keinginannya. Sometimes bagus banget kalo ngotot pada sesuatu keinginan, sehingga konsisten dan persisten, dan lama-lama bisa berhasil. Tetapi sometimes cukup annoying.

“Papa Brianto! Buruan buka!” perintah Khaira lagi dari balik pintu kamar mandi.

Saya yang masih sabunan terpaksa segera mengakhiri acara sabun-menyabun ini. Shower pun segera dibuka dengan full, sehingga air yang keluar begitu deras. Ya, menggejar perintah Khiara, supaya nggak mengecewakan anak saya ini.

“Undangannya adik taro di bawah pintu ya, Pap!” ujar Khaira.

“Nanti basah, De!” kata saya.

“Enggak, kok!”

Ya, amplop! Ini anak ngotot amat, sih?! Terpaksa, sambil merem melek terkena guyuran air shower, saya melihat sebuah kertas perlahan-lahan muncul dari bawah pintu kamar mandi. Di atas surat itu tertulis “HEPPI BDE SIDI”. Maksudnya Happy Birthday Sindhi. Sindhi nggak lain nggak bukan nama istri saya. Sedangkan di bawah kertas HVS yang dilipat itu tertulis BILYATO”, which is nama saya. Di antara tulisan itu ada gambar lima balon.

SETIAP MASA SELALU PUNYA IDOLA

Sudah dua minggu ini, Anjani nggak minta lagi diputarkan lagu Ice Cream Freeze (Let’s Chill) atau He Could be the One yang dinyanyikan oleh Miley Cyrus. Sekarang ini ia lagi menikmati lagu SNSD via handphone saya. Nggak heran tiap masuk ke dalam mobil, hal pertama yang dilakukan putri pertama saya ini, langsung pinjam handphone saya. Sebab, di memory handphone saya itu, sudah diisi banyak lagu SNSD. Walah!

SNSD adalah kelompok vokal asal Korea Selatan yang saat ini menjadi idola Anjani. Kepanjangan dari SNSD adalah So Nyeo Shi Da. Dalam bahasa Inggrisnya So Nyeo Shi Da berarti Girl’s Generation. Anggota kelompok vokal ini adalah Yuri, Yoona, Tiffany, Taeyeon, Sunny, Sooyoung, Seohyun, Jessica, and Hyoyeon.


Ini dia kelompok vokal yang terdiri dari sembilan gadis dari Korea Selatan: SNSD.

Awalnya saat nggak ngerti, kenapa Anjani tertarik dengan kelompok yang terdiri dari sembilan gadis cantik. Ternyata lagu mereka memang Endang S. Taurina, lho, bo! Alias enak! Rata-rata lagunya up beat, sehingga enerjik. Bikin kita joget, tetapi bukan joget ala Inul Daratista atau Dewi Persik, lho. Simak saja lagu Kissing You dari album Baby Baby yang dirilis Maret tahun 2008.

Setiap lagu SNSD pasti punya video klip yang terdapat tarian-tarian yang koreografinya mantabs. Inilah yang membuat Anjani suka banget dengan SNSD. Maklumlah, putri saya ini suka menari. Keturunan istri saya yang mantan penari kayaknya. Anda tahu, gara-gara nge-fans banget dengan SNSD, Anjani meng-upload video-video SNSD dari You Tube. Lagu-lagu yang dimasukkan ke handphone saya pun ternyata berasal dari hasil upload video klip dari You Tube. Uh, pantesan kualitasnya nggak bagus!

Saya yakin, Anjani nggak sedang melakukan pembajakan. Aktivitas meng-upload dari You Tube itu lebih karena keinginannya untuk segera mengetahui lagu-lagu milik SNSD, sehingga ia segera cepat menghafal dan mendendangkannya. Soalnya kami belum sempat membelikan CD SNSD di toko kaset. Padahal biasanya kami rajin membelikan CD-CD original, sebagaimana CD-CD kaset koleksi putri saya ini.


SNSD merupakan salah satu idola Anjani. Sebelumnya, ia suka banget dengan Miley Cyrus. Seperti saya ceritakan di awal, tiap kali masuk mobil buat berangkat ke sekolah, ia minta diputarkan lagu Ice Crea Freeze (Let’s Chill) atau He Could be the One dari album Miley Cyrus berjudul Breakout (2008). Album ini saya belikan di salah satu toko kaset sebagai hadiah buat anak saya ini, karena mendapatkan peringkat cukup baik di sekolah.

Kebiasaan kami memang begitu. Kami akan membelikan sesuatu pada anak-anak kami kalo ada prestasi yang bisa kami banggakan. Maklumlah, kami bukan keluarga yang bisa seenak udel membelikan anak-anaknya tanpa adanya sebuah achievement. Kami nggak cemburu ada keluarga kaya yang dengan mudah membelikan anak-anaknya barang mahal, apalagi cuma CD. Tetapi dengan belum jadi konglomerat, justru kami belajar bersiasat pada anak agar jangan manja. Artinya, sekali minta, langsung dituruti tanpa punya prestasi yang dibanggakan kami.

Sebelum Miley Cyrus, kami juga sempat membelikan CD-CD original pada Anjani. Lagi-lagi, itu karena prestasinya di sekolah maupun di luar sekolah. Tentu kami nggak sembarangan membelikan CD, karena harus tahu siapa penyanyi dan sepak terjangnya kalo nggak nyanyi. Kenapa begitu? Sebab, ironis sekali kalo seorang yang diidolakan anak kami, tetapi sang idola hidupnya hancur lebur.

Buat kami, Miley Cyrus termasuk anak dari keluarga yang luar biasa. Orangtua Miley selalu ikut serta tiap kali konser. Bahkan dalam film seri televisi Hannah Montana, Miley berpasangan dengan Ayahnya. Di tiap ucapan selamat di sampul album, ia selalu bersyukur punya orangtua yang luar bisa. Coba simak ucapan Miley di album Breakout ini:

First and foremost my amazing parents. Mommy, Thanks so much for listening to bad notes, pitchy tunes, & pure guitar playing. Not only while working on this album but throughout my life and career you have never not supported me and reminded me that all of this is for the glory of GOD and for that I am always greatful! Daddy dearest, I love you. I love you. I love you. Everynight I lay mu head to sleep I thank GOD for giving me a dad who loves me and protects me. You always get me through trying times, because like you always say that’s never a time to quit trying.


Miley Cyrus yang sampai saat ini tetap menjadi favorit Anjani, meski SNSD menjadi idola barunya.
Bayangkan seorang anak mengatakan hal itu secara tulis, bahwa ia menggagumi orangtuanya. Luar biasa bukan? Itulah mengapa ketika Anjani memilih idolanya Miley Cyrus, kami nggak masalah. Kami, terutama saya, nggak ingin punya idola yang punya latar belakang keluarga atau prilakunya nggak beres. Sombong, pendidikannya nggak jelas, pernah masuk penjara, terlibat narkoba, banyak musuh (ini biasanya, karena kesombongannya), dan juga punya tato.

Yang namanya idola harus bisa diambil contoh positif. Bukan cuma lagunya enak-enak atau wajahnya cantik atau ganteng, tetapi prilakunya banyak yang positif. Citra dirinya baik di mata banyak orang. Sehingga anak kita bisa mencontoh dari idola tersebut, at least hubungan dengan orangtuanya sangat erat. Bukan cuma dengan ibunya, tetapi juga dengan Bapaknya.

Kalo untuk kelas Indonesia, Anjani sempat mengidolakan Tasya, Sherina, dan Gita Gutawa. Buat kami, tiga nama penyanyi tersebut seperti Miley Cyrus yang berlatarbelakang keluarga baik-baik. Mereka dan keluarga masih punya citra positif di kalangan orangtua. Bukan cuma prilaku, prestasi akademik mereka pun patut dibanggakan.

Saya pernah ngobrol dengan Mamanya Tasya. Kebetulan beberapa kali saya kerja bareng dengan mantan penyanyi cilik yang tubuhnya masih “cilik” ini. Menurut sang Mama, meski Tasya sibuk, ia selalu rangking pertama. Mamanya juga nggak terlalu ngoyo dengan order-order yang masuk buat anaknya. Selama order itu bentrok dengan jadwal sekolah, pasti ditolak. Beda banget kan dengan mayoritas artis yang lebih mementingkan karir daripada pendidikan?




Kini, selain Tasya dan Gita Gutawa nggak ada lagi penyanyi yang menjadi idola Anjani. Setiap masa, ia memang selalu punya idola. Sherina? Saya nggak ngerti kenapa album Sherina yang sudah dewasa nggak menjadi album favorit anak kami. Anjani lebih suka dibelikan album Gita Gutawa berjudul Harmoni Cinta. Bahkan sebelum menggemari SNSD, berkali-kali lagu Malu Tapi Malu dan Salah Jatuh Cinta minta diputarkan di CD mobil saat kami berangkat sekolah. Kalo Agnes Monica? Wah, penyanyi ini mah ke laut aja! Entah kenapa anak kami nggak suka. Padahal Agnes kan juga selalu memperlihatkan kebolehannya menari, selain menyanyi. Tapi ternyata nggak ngaruh! Anjani tetap nggak suka Agnes. Ia lebih suka dibelikan CD High School Musical. Tentunya CD original dong!

MEMANGNYA ADIK DIMANA? DI DALAM!

Kemarin setelah hujan reda, ada pelangi yang melintas di depan rumah saya. Kebetulan istri saya melihat kejadian yang merupakan anugerah Allah itu. Mumpung ada di rumah, ia ingin sharing pada anak-anak kami. Sayang, yang ada di rumah Khaira, putri kami nomor dua.


“Dik, sini dik ke luar! Mama lihat pelangi!” ajak istri saya pada Khaira.

”Ah, adik nggak lihat pelangi kok, Ma!” ucap Khaira dari dalam ruang tamu.

”Iya, adik harus ke luar dulu baru bisa lihat pelangi!” ajak istri saya lagi.

”Ok, Ma!”

Beberapa menit kemudian.

”Ah, adik nggak lihat pelangi tuh, Ma!” kata Khaira.

”Memangnya adik dimana?”

”Di dalam. Lagipula adik lihatnya bukan pelangi, tapi anak kucing, Ma!”

PENSI LAB SCHOOL 2009